Mohon tunggu...
Faridilla Ainun
Faridilla Ainun Mohon Tunggu... Human Resources - Ibu-ibu kerja

Ibu yang suka ngaku Human Resources Generalist dan masih belajar menulis. https://fainun.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Si Antik Sonya dari Lemari Kaca

10 Maret 2020   08:12 Diperbarui: 10 Maret 2020   08:13 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tanggal 9 Maret kita merayakan Hari Musik Nasional. Sayup-sayup aku mendengarkan suara dari televisi di ruang tengah yang dinyalakan ibu. Ah, suara lelaki dari acara infotainment lagi. Tontonan ibu setiap hari yang terpaksa ikut aku dengarkan.

Andai ayah tak pergi untuk selamanya, mungkin aku masih bisa merayakan Hari Musik Nasional di udara yang lebih segar. Dengan peranku sebagai pemutar musik.

***

Kenalkan, namaku Sonya. Nama cantik yang diberikan Andro sejak pertama kali kami bertemu. Aku menjadi hadiah ulang tahun Andro kesebelas. Hadiah dari Ayah Tedjo untuk anak lelaki pertamanya. Sejak hari itu, rasanya setiap hari Andro menyentuh dan membelaiku.

Aku tak pernah lupa, setiap malam aku menjadi teman tidur dari Andro. Satu sisi dari kaset yang diputar menjadi pengantarnya ke alam mimpi.

Setiap pagi, ia akan mengangkutku dari kasur, lalu memindahkanku. Kadang hanya ke meja belajarnya, kadang ke dalam tas sekolahnya.

Jika sedang di kamar, ia hampir tak pernah lepas dariku. Sampai-sampai, ibu suka marah. Karena panggilan ibu tak pernah disahut Andro. Ia malah asyik menggoyang-goyangkan kepala dengan telinga yang tersumpal earphone.

***

Jika boleh, aku ingin mengaku-aku, bahwa akulah saksi tumbuhnya Andro. Menemani saat ia mulai tertarik pada  musik, lalu terpikat pada lawan jenis.

Denganku ia memadukannya, memikat lawan jenis melalui musik. Dengan sabar ia akan membuat mixtape, menanti lagu-lagu cinta di radio untuk direkam. Sebuah proses panjang menghasilkan bukti cinta. Lalu keesokan harinya ia akan berikan pada gadis yang ia puja.

***

Namun aku harus patah hati. Semua karena teknologi. Aku kalah pada peradaban, yang berubah dengan begitu cepat.

Mungkin aku terlalu berat, terlalu membebani untuk dibawa. Bisa jadi aku terlalu membosankan, tak tahan lama dan cepat melakukan perulangan. Ya jelas saja, satu kaset paling banyak hanya sepuluh sampai dua belas lagu paling.

Pada akhirnya, Andro memilih mengistirahatkanku. Meletakkanku di nakas samping kasurnya. Aku tetap menjadi saksi hidupnya, walau kini tak turut menemani. Hanya melihat dari jauh.

Aku harus melihat Andro menyambungkan beragam perangkat pintar di kamarnya. Dan secara ajaib suara bergema muncul. Alunan musik masa kini yang kerap Andro pilih sesuai moodnya saat itu.

***

Aku menjadi benci pada waktu, yang terlalu banyak membawa perubahan. Setelah patah hati, aku kini ditinggal pergi.

Aku berhenti menjadi saksi kehidupannya setiap hati. Ketika ia mulai mengubah status menjadi suami. Keluat dari rumah untuk hidup bersama keluarga barunya.

Mungkin aku hanyalah kenangannya di masa lalu. Paling tidak aku masih di kamar ini. Walau sekarang terasa begitu sepi, pengap, dan gelap.

***

Seandainya aku bisa bergerak sendiri, aku ingin berlari dan memeluk Ayah Tedjo. Ketika beliau datang menjengukku di kamar ini.

Dia mulai membelaiku. Mungkin cukup terpana ketika aku masih bisa mengeluarkan suara cukup baik dari kaset Bimbo yang ayah coba.

Ijin lisan ayah utarakan pada Andro, untuk menyelamatkanku. Menghidupkanku kembali.

Aneh memang, dulu Ayah Tedjo yang memberikanku. Sekarang aku kembali lagi pada dirinya. Kembali kepada tugasku untuk memutar musik. Menemani Ayah Tedjo dengan koleksi kasetnya yang masih terawat.

Setelah pensiun, ayah lebih banyak di rumah. Merawat tumbuh-tumbuhan di taman belakang. Sesekali ia bersenandung sembari menyirami tanaman. Sejatinya ayah ingin menghibur tanaman dengan lagu-lagu dari boombox miliknya. Sayang, ibu pernah menegurnya.

Teguran ibu memiliki andil untuk membawa ayah kembali ke kamar Andro dan menemukan pemberiannya dulu. Paling tidak, aku kini bisa bahagia karena hidup kembali.

Sayang, kebahagiaan kini rasanya telah selesai. Ayah mendadak meninggal. Di pagi hari setelah menikmati kopi dan roti.

***

Mungkin memang ini akhir ceritaku. Menjadi barang antik yang masuk lemari kaca. Layaknya ayah yang juga harus pensiun walau masih terlihat bugar, nyatanya akupun harus istirahat walau rasanya performaku masih bagus.

Aku yang dulu menjadi pemutar musik mau tak mau sekarang menikmati beragam suara dan gambar dari televisi. Yang berada persis arah jam 3 tempatku bersandar kini.

***

Anggota Tim Mie Celor : Nindy, Alma, Ainun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun