Mohon tunggu...
Aini Shalihah
Aini Shalihah Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Hukum/Pegiat Hukum Tata Negara

Pendidikan terkahir Master degree (S2) Hukum Tata Negara. Saya suka membaca dan menulis, serta sudah ada beberapa tulisan saya yang publish di Jurnal ber-ISSN dan Jurnal terakreditasi Nasional.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Potret Politik Giorgio Agamben dalam Tubuh Legislasi Indonesia

28 Juni 2023   07:35 Diperbarui: 28 Juni 2023   08:31 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hemat penulis, alasan ini sangat tidak logis secara hukum. Karena perang tersebut bukan terjadi di negara kita. Dalam artian, negara Indonesia masih belum bisa dikatakan posisi darurat. 

Kemudian, setelah mendapat penolakan publik mengenai Perppu Cipta Kerja dan mendesak Presiden untuk menarik kembali Perppu tersebut. Pada akhir Maret kemarin, DPR menetapkan UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peppu Cipta Kerja menjadi UU. Secepat itu DPR memberlakukan kembali UU yang sudah dinilai inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. 

Apa kabar dengan legislasi negara kita sekarang? Sepertinya partisipasi publik dalam proses pembentukan peraturan undang-undang sebagaimana tercantum dalam UU No.12 Tahun 2011 hanya sebatas formalitas belaka. 

Hadirnya UU No.6 Tahun 2023 tentu menjadi bumerang bagi masyarakat, karena UU yang telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi berlaku kembali. Upaya pemerintah dan DPR dalam proses pembuatan UUCK sangat patut kita apresiasi untuk memperbaiki perekonomian negara yang anjlok karena pandemi namun butuh koreksi kembali khususnya dalam hal partisipasi publik. 

Perjalanan UUCK dalam negara kita masih segar untuk dibicarakan sampai saat ini, mengutip dari apa yang ditulis Giorgio Agamben (seorang filsuf barat asal italy) yang dikenal sebagai pemikir politik dalam bukunya yang berjudul "Demokrasi dan Kedaruratan Negara" bahwa ironinya sebuah negara yang mengaku negara demokrasi alih-alih menuju ke arah autogratic legalism. 

Dari pernyataan Agamben, dapat kita pahami bahwa negara yang secara konstruksi itu demokrasi bisa-bisa berjalan ke arah autogritic legalism. Apa itu autogritic legalism? Istilah itu bisa memiliki tujuan untuk memperbesar kekuasaan modal dan kekuasaan politik untuk kelompoknya. Autocratic legalism ini dianggap lebih berbahaya daripada otoritarianism seperti masa orde baru karena yang terjadi saat ini dianggap baik-baik saja.

Sebenarnya bukan hanya UUCK yang menjadi perhatian publik, ada beberapa produk hukum lainnya seperti UU Minerba juga UU KPK terbaru. Namun, karena puncaknya di UUCK maka menjadi perhatian publik utama untuk saat ini. 

Politik agamben tentang demokrasi memang sangat releted jika dihadapkan dengan proses perjalanan UUCK di Indonesia. Semoga kedepan tidak ada lagi produk-produk hukum yang menggilitik masyarakat. Ini hanya sebagai catatan penting untuk kedepan dalam mewujudkan negara Indonesia yang demokratis sesuai dengan amanah reformasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun