Mohon tunggu...
Nisrina Aini Kaltsum
Nisrina Aini Kaltsum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang wanita yang sedang menempuh proses belajar panjang. Punya banyak mimpi dan harapan. Hobi sesekali menulis, meski lebih banyak membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengertian Pemimpin Menurut Al-Mawardi dan Al-Ghazali

29 Agustus 2022   19:35 Diperbarui: 29 Agustus 2022   19:49 981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemimpin atau kepemimpinan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Definisi tentang pemimpin sendiri memiliki banyak definisi tergantung dengan konteks dan ruang lingkup pembahasan. 

Pada dasarnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemimpin memiliki arti orang yang memimpin, dan kepemimpinan berarti perihal memimpin, atau cara memimpin. Pemimpin juga didefinisikan sebagai orang yang memiliki segala kelebihan dari orang lain sedangkan kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar bekerja dengan ikhlas untuk mencapai tujuan bersama[1].

Dalam istilah islam, pemimpin disebut juga sebagai khalifah, amir, dan imamah. Istilah khalifah sendiri berasal dari Arab, kata khalifah berasal dari kata "khalf" yang berarti wakil, pengganti, atau penguasa. Menurut Bernard Lewis, istilah khalifa pertama kali digunakan pada abad ke-6 Masehi pada masa pra Islam yang ditunjukkan kepada raja muda atau letnan yang bertindak sebagai wakil pemilik kedaulatan di tempat lain[2].

 

Pemimpin Menurut Al-Mawardi 

Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi, atau yang dikenal dengan nama Al-Mawardi adalah seorang ulama ahli hukum madzhab Syafi'i yang dilahirkan di Bashrah, Irak pada tahun 974 M. Mawardi berasal dari kata ma' (air) dan ward (mawar) karena ia adalah seorang anak penjual air mawar[3]. Ia menghabiskan masa pendidikannya di Baghdad pada saat Baghdad menjadi pusat peradaban, pendidikan, dan pengetahuan.

Menurut Al-Mawardi, kata pemimpin bukan hanya mengatur urusan Negara dan duniawi saja, tetapi juga menghimpun urusan duniawi dan agama. Pemimpin disebut juga sebagai imam dan kepemimpinan disebut juga imamah yang mengandung arti bukan hanya memimpin, melainkan juga memberi petunjuk dan bimbingan[4].

 

Istilah imam yang menunjukkan makna pemimpin sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an pada Surat Al-Furqan ayat 4:

 

وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا

Artinya:

"Dan orang-orang yang berkata : "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa". (Qs. Al-Furqan ayat 74)

 

Dengan merujuk kepada istilah imam yang digunakan oleh Al-Mawardi, pemimpin dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:

  • Pemimpin yang memimpin kekuasaan umum dan bekerja pada bidang umum. Secara umum, pemimpin ini, biasanya disebut juga sebagai menteri.
  • Pemimpin yang mempunyai kekuasaan umum dan bekerja di daerah-daerah khusu, disebut juga Gubernur Daerah. Gubernur daerah bertanggung jawab terhadap segala urusan yang ada di wilayah kekuasaannya.
  • Pemimpin yang memiliki kekuasaan khusus dan bertanggung jawab pada bidang tertentu pada regional umum, seperti Qadhi, komandan militer, kejaksaan, amil zakat, atau badan zakat.
  • Pemimpin yang memiliki kekuasaan khusus dan bertanggung jawab pada bidang regional khusu, contohnya seperti Qadhi, kejaksaan, atau perpajakan yang bertanggung jawab pada suatu daerah tertentu.

 

Selain imam dan khalifah, kata lain yang digunakan untuk merujuk kepada pemimpin adalah Ulil Amri atau Amir sebagaimana yang terdapat pada Surat An-Nisa ayat 59 yang berbunyi:

يَأَيهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيْعُ اللهَ وَأَطِيْعُ الرَّسُوْلَ وَأُوْلِى الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan Ulil Amri (pemimpin) diantara kamu.

 Dalam hal kepemimpinan ini, Al-Mawardi menuliskan tujuh kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin yang berhak untuk dipilih, yaitu:

  • Adil, jujur dan memiliki watak dan tabi'at yang baik.
  • Memiliki ilmu pengetahuan yang mendukungnya untuk menghadapi kejadian yang mungkin dihadapi dan mengambil kebijakan dalam kepemimpinannya.
  • Memiliki panca indera yang lengkap dan sehat.
  • Tidak memiliki kekurangan fisik yang menyulitkannya untuk berbuat dan bertindak.
  • Memiliki visi pemikiran yang baik serta mampu menciptakan kebijakan yang baik demi kepentingan rakyat.
  • Memiliki keberanian dan sifat menjaga yang kuat.
  • Memiliki nasab dari Quraisy.

 

Pemimpin Menurut Al-Ghazali

Al-Ghazali merupakan salah satu Ulama abad pertengahan yang memiliki perhatian besar terhadap politik dan kekuasaan. Al-Ghazali banyak menulis tentang masalah politik dan kekuasaan yang turut mewarnai perkembangan pengetahuan dalam dunia islam maupun Barat. 

Beberapa karyanya yang masih terus menjadi rujukan di bidang politik antara lain, Ihya Ulum Al-Din, Al-Iqtibad wa al-I'tiqad dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihah al-Mulk. Dalam pembahasannya pada karya-karyanya tersebut, Al-Ghazali tidak hanya mengemukakan pemikiran dengan politik kenagaraan, tetapi juga masalah teologi, tasawuf, fiqih, etika, dan interaksi social[5].

Menurut Al-Ghazali, kekuasaan yang sebenarnya adalah menguasai hati rakyat dengan wibawa, sehingga rakyat dapat menaati dan menghormati semua peraturan yang telah ditetapkan[6]. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan sebuah popularitas yang menimbulkan sifat tamak, sombong, dan syirik. Akan tetapi, jika kekuasaan tersebut dipegang oleh orang yang tepat, kekuasaan bisa menjadi terpuji jika digunakan untuk kepentingan umat.

Dalam pemikirannya, Al-Ghazali juga menggunakan Surat An-Nisa ayat 59 sebagai rujukannya, yang memerintahkan orang beriman untuk menaati Allah, RasulNya, dan pemimpin-pemimpin diantara mereka. Al-Ghazali juga melandaskan penjelasannya pada surat Ali Imran ayat 26 yang menyatakan bahwa Allah memberi kekuasaan pada yang Ia kehendaki, yang berbunyi : 

Artinya : Katakanlah "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".

Al-Ghazali menunjukkan pendapat bahwa kepala Negara atau sultan merupakan bayangan Allah diatas bumi Nya. Untuk itu, rakyat wajib mengikuti dan menaati seorang pemimpin yang adil dan tidak boleh menentangnya. Maka dari itu, kepemimpinan menurut al-Ghazali merupakan sesuatu yang muqaddas (suci).

Adapun para pemimpin atau penguasa menurut Al-Ghazali memiliki empat kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu :

  • Menjauhkan orang-orang bodoh dari pemerintahannya
  • Membangun negeri, merekrut orang cerdas dan potensial
  • Menghargai orang yang bijak
  • Melakukan uji coba demi meningkatkan kemajuan Negara

 

Sumber

Munfaridah, T. (2017). Kepemimpinan Dalam Islam (Analisa Pemikiran al-Ghazali).

 

Thamyis, A. (2018). Konsep Pemimpin Dalam Islam (Analisis Terhadap Pemikiran Al-Mawardi). UIN Raden Intan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun