Plus minus kebijakanÂ
Setiap zaman  ada kebijakan yang mempunyai nilai plus dan minus. Pada era Orde baru  banyak beasiswa  yang memberikan sokongan kepada mahasiswa yang kurang mampu salah satunya yang berasal dari yayasan Supersemar. Yayasan tersebut diinisiasi oleh Bapak Presiden Suharto, dengan menghimpun para dermawan  yang kemudian memberikan kepada mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri. Namun beasiswa tersebut memberikan kuota terbatas sehingga sudah barang harus memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan.Â
Beasiswa bukan hanya  bagi kalangan tidak mampu, orang-orang potensial direkrut melalui  sekolah-sekolah kedinasan, namun pendaftar membludak yang diperlukan hanya sedikit. Berbagai perusahaan pun ikut ambil andil untuk mendapatkan orang-orang terbaik.Â
Bagaimana bagi kalangan bawah dengan kemampuan akademik pas-pasan? Mereka semua belum bisa tercover dalam jaringan beasiswa ataupun keringanan biaya. Perolehan fasilitas diperuntukkan bagi orang-orang yang istimewa. Sedangkan mereka yang berkemampuan rata-rata belum mendapatkan haknya. Lulusan SMA yang akan melanjutkan pendidikan lebih tinggi harus berpikir seribu kali  Angkatan saya dalam satu kampung bisa dihitung berapa yang sanggup kuliah atau bahkan tidak ada. Padahal jika dibandingkan saat ini, tergolong murah namun untuk mencari sesuap nasi pun begitu susah. Pola hidup sederhana itulah yang menjadikan  bisa bertahan hidup. Â
Alhamdulillah negara ini semakin merangkak untuk mengejar ketertinggalan. Â Program wajib belajar 9 tahun dapat diwujudkan sehingga saat ini hampir sebagian besar anak Indonesia mengenyam pendidikan SMA. Jika saya pulang kampung, pengen bernostalgia untuk bisa makan nasi tiwul yang merupakan makanan harian, namun susah sekali mencari keberadaannya.Â
Kebijakan UKTÂ
Sebuah berita gembira bagi kalangan ekonomi kelas bawah. Dengan diterapkannya UKT menjadi pemicu semakin banyaknya anak-anak Indonesia mengenyam pendidikan tinggi. Melalui Permendikbud nomor 55 tahun  2013  UKT telah diterapkan di Perguruan Tinggi Negeri. Dengan demikian pemerintah telah menanggung sebagian operasional Perguruan Tinggi.Â
Demikian juga dengan siswa-siswi lulusan SMA yang berprestasi dan tidak mampu mendapatkan beasiswa melalui Bidikmisi pada kepemimpinan Bapak SBY kemudian diperluas dengan KIP  kuliah pada. Kepemimpinan Bapak Jokowi. Tetangga saya hari ini pada lulus sarjana melalui fasilitas tersebut. Mereka adalah anak-anak tukang becak, buruh angkut dan tukang cukur di pinggir jalan.Â
Baru-baru ini kita dihebohkan dengan adanya kenaikan UKT di sejumlah perguruan tinggi. Pro dan kontra pun mencuat. Semakin besarnya biaya  penyelenggaraan perguruan  tinggi menjadi permasalahan utama,. BOPTN belum bisa menutupi keperluan kampus, sementara  tuntutan mutu menjadi prioritas.Â
Di lain pihak lontaran keberatan datang berbagai pihak. Ketakutan para mahasiswa dan orang tua sangat mendasar karena mereka memikirkan keberlanjutan. Menurut informasi yang saya peroleh bahwa Kenaikan UKT hanya berlaku untuk mahasiswa yang baru, sedangkan untuk mahasiswa lama  tetap menggunakan standar biaya yang lama. UKT juga sangat memperhatikan inklusivitas  sebagaimana tertera pada laman detik.com (19/05/2024) bahwa kemdikbud telah mengatur dua golongan UKT terendah yakni kelompok. 1 sebesar Rp. 500 ribu dan kelompok 2  sebesar Rp 1 juta.Â
Mengutip laman  cnbcindonesia.com (19/05/2024) mahasiawa yang. membayar UKT penuh kemudian di tengah jalan mengalami kesulitan maka dia bisa mengajukan pengertian sementara UKT, pengurangan UKT perubahan kelompok atau oembayaran secara mengangsur.  Apapun kebijakan semoga realisasinya pada ekonomi kelas bawah tidak dirugikan.Â