Lalu, bagaimana seharusnya Gen Z bersikap terhadap cancel culture?Â
Etika digital menjadi kunci dalam menghadapi fenomena ini. Â Hal yang pertama dan utama adalah penting untuk melakukan verifikasi informasi sebelum ikut meramaikan aksi cancel culture. Pastikan informasi yang Anda terima akurat dan berasal dari sumber yang kredibel. Jangan mudah terpancing emosi dan ikut menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Selain itu, penting untuk melihat permasalahan dari berbagai perspektif. Â Cari tahu apa yang sebenarnya terjadi, dengarkan penjelasan dari pihak yang dituduh, dan cobalah memahami konteks kejadian.Â
Selanjutnya, gunakan media sosial secara bijak. Â Sampaikan pendapat Anda dengan sopan dan hindari menggunakan ujaran kebencian. Â Alih-alih ikut memboikot membabi buta, lebih baik gunakan energi Anda untuk mendorong diskusi yang konstruktif.Â
Terakhir, penting untuk memahami bahwa manusia bisa berubah dan belajar dari kesalahannya. Â Berikan kesempatan bagi orang yang melakukan kesalahan untuk meminta maaf dan memperbaiki diri.Â
Cancel culture bisa menjadi alat yang ampuh untuk melawan ketidakadilan dan mendorong perubahan sosial. Namun, jika tidak dibarengi dengan etika digital yang baik, cancel culture justru bisa berdampak buruk. Â Gen Z, sebagai generasi yang lahir di era digital, memiliki tanggung jawab untuk menggunakan media sosial secara cerdas dan bijak. Â Dengan demikian, cancel culture bisa menjadi kekuatan positif untuk menciptakan dunia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H