''Seberat apapun cobaan hidup ini, kamu harus sabar dalam menjalaninya. Bagaimanapun orang terhadapmu, tetaplah merendah. Jangan sampai kamu membalasnya. Biarlah allah yang membalasnya, ingat hidup ini berputar. Mungkin saja apa yang kita hina hari ini akan menjadi emas dikemudian hari.'' Ucap ayahnya.
Hari demi hari mereka lalui dengan suka cita walaupun cibiran dan sindiran selalu datang mengampiri mereka tapi mereka hanya focus pada tujuan yang mereka buat. Seperti kucing yang selalu diajak berbincang oleh manusia, tak pernah menyaut sekalipun.
Bel istirahat pun berbunyi....
Sudah menjadi rutinitas mereka berkumpul dan makan siang dikantin." Hey aku mau Tanya kalau nanti kuliah kalian mau ambil jurusan apa? Dan mau jadi apa?" ucap Safiyya. " kamu mau ambil jurusan pendidikan agama isla di stai malang aku ingin memjadi guru agama yang baik, gak nyebelin biar nanti murid murid aku sayang sma aku terus." belum selesai Zahra bicara ada seseorang yang memotong nya. " ishh gak usah seheboh itu juga kali ketimbang cuman guru aja bangga banget, guru agama lagi, kalo yang punya cita-cita itu yang agak tinggian sedikit kenapa sih. Jadi desainer ke, arsitek, dokter ke, ini cuman guru." Â
Selama ini Zahra selalu diam dengan apa yang dikatakan oleh temannya. Namun kali ini Zahra benar-benar sudah tidak bisa menahan kekesalan, amarah dan rasa sakit dalam hatinya " kenapa sih kamu selalu berkomentar tentang apa yang saya katakana? kenapa kamu selalu mengurusui hidup saya, apa kamu tidak bisa urusi kehidupan mu sendiri, bisa tidak kamu tidak usah nyinyir.Â
Emang salah nya jdi guru apa? kamu sekarang ada disekolah ini, kamu belajar dari siapa? Kalo bukan karena guru, kamu gak akan bisa sekolah sampe sekarang, jangan pernah memandang sebelah mata kepada seorang guru, apalagi guru agama ketika kamu menghina guru agama itu artinya kamu menghina agama saya.Â
Saya diam bukan berarti saya menerima semua yang kamu katakan hanya saja saya sedang memberimu kesempatan untuk berintrospeksi disi. Ingat seorang dokter tidak akan pernah menjadi dokter kalau bukan karena guru dan dosen dia, ingat itu!". Zahra pun langsung pergi meninggalkan dia dan sahabatnya. Kali ini Zahra membuka mulutnya untuuk membela kebenaran.Â
Setelah mendengar semua kata-kata itu, Alina langsung meminta maaf kepada Zahra namun apa boleh buat kata-kata itu sudah terlalu menyakiti Zahra. Seperti nasi yang sudah menjadi bubur, tidak bisa dikembalikan lagi menjadi nasi. Tapi setelah Zahra mendengar nasihat dari ibu dan ayahnya beserta para sahabatnya, ia pun memaafkannya. Namun kata-kata itu tidak pernah hilang dari pikirannya.
Beginilah kerasnya hidup. Sebaik apapun kita menjadi orang yang baik, selalu saja ada yang menjatuhkan kita. Beginilah siklus kehidupan, sulit untuk kembali kepada masa lalu yang diharapkan akan menjadi sebuah keindahan. Terkadang kita sulit untuk memahami keadaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H