Mohon tunggu...
Siti Ainaya
Siti Ainaya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Suka membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Representasi Aktivitas Sejarah Kota Surabaya

12 Juni 2022   15:05 Diperbarui: 12 Juni 2022   15:17 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah Kota Surabaya pada Zaman Hindia Belanda (dokumen gambar)

Representasi adalah sebuah perwujudan kata, gambar, cerita dan lainnya yang mewakilkan ide, emosi, dan fakta. Representasi memiliki ketergantungan dengan citra dan tanda yang ada, tentunya yang dipahami secara kultural. Sirjamaki (1964) memberikan pandangan bahwa kota adalah pemukiman yang permanen, luas, dan padat dengan penduduk yang heterogen atau multikultural. 

Kota dapat dibentuk melalui dua aspek yaitu aspek fisik dan sosial. Ruang, landsekap, bangunan, dan tata kota merupakan bagian dari apsek fisik kota. 

Sedangkan manusia sebagai individu yang hidup dan aktifitas yang dilakukannya merupakan aspek sosial. Representasi kota---terutama kota Surabaya dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya sejarah yang melingkupi kota tersebut.

Nama Surabaya sendiri terdiri dari dua kata yaitu, sura dan baya, paduan kata-kata tersebut memiliki arti "berani menghadapi tantangan atau marabahaya". Penulisan nama Surabaya berubah-ubah seiring berjalannya waktu, sebelum dikenal luas sebagai Surabaya, kota ini pernah pula ditulis sebagai Surabaia, Soerabaia, Soerabaja, dan Surabaja.

Surabaya sebagai salah satu kota yang cukup penting di Indonesia, tentunya memiliki banyak sekali sejarah di dalamnya, bukan tanpa alasan Surabaya disebut sebagai kota pahlawan, kisah-kisah heroik seperti keberhasilan "arek-arek Surboyo" 

melawan mundur pasukan sekutu untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, dan peristiwa tewasnya puluhan ribu warga ketika membela tanah air saat pertempuran November tahun 1945 melawan tentara Britania menjadi salah dua alasan Surabaya dijuluki sebagai kota pahlawan.

Sebuah teori mengatakan jika manusia terbiasa melewati suatu tempat secara terus menerus maka sensitivitasnya perlahan-lahan akan menghilang, karena terbiasa berada di tempat tersebut maka sulit menemukan hal baru dari tempat itu, sehingga para penggiat sejarah dan kebudayaan Surabaya menawarkan cerita sejarah, suatu hal yang baru di tempat yang tidak lagi baru.

Komunitas sejarah di Surabaya seperti Begandring Soerabaia mengajak masyarakat Surabaya untuk lebih peduli terhadap sejarah kota Surabaya yang semakin lama semakin terlupakan. Padahal sisa-sisa sejarah biasa dilalui oleh masyarakat dan dapat dilihat dengan jelas bentuknya seperti jembatan Peneleh. 

Jembatan ini juga disebut sebagai standing old bridge dan terletak di atas Kali Mas yang menghubungkan wilayah Peneleh dan Alun-alun Contong.

Jembatan Peneleh dibangun pada sekitar tahun 1980-an oleh Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi saksi bisu pertempuran melawan tentara sekutu pada November 1945. Mayoritas masyarakat yang melalui jembatan ini hanya akan menjadikan jembatan ini sebagai penghubung jalan tanpa mengetahui sejarah yang telah terjadi pada jembatan Peneleh. 

Jika dilakukan napak tilas secara lebih cermat, maka akan didapati bekas peluru pada bagain pagar jembatan.

Begandring Soerabaia bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair) telah melakukan napak tilas menyusuri Kali Mas serta menampilkam diorama statis berupa adegan permohonan restu, pejuang-pejuang yang tengah menembak ke arah udara, serta adegan tentara menandu korban dengan tandu merah '45 yang asli dengan tujuan melengkapi ensiklopedia kebudayaan Surabaya dan juga membeberkan informasi yang mungkin belum diketahui oleh khalayak luas.

Selain Susur Kali Mas, Begandring Soerabaia juga melakukan napak tilas peristiwa pertempuran di Benteng Keduk Cowek yang berlokasi di Bulak, Surabaya. Benteng Kedung Cowek merupakan peninggalan sejarah dari pemerintah Hindia Belanda yang telah dibangun pada tahun 1915-an. Lahan seluas 71.876 meter persegi menjadi tempat berdirinya benteng Kedung Cowek, lahan ini merupakan teritori Kodim 0831/Surabaya Timur.

Pada zaman pemerintahan Belanda, benteng ini dugunakan untuk mengantisipasi serangan musuh yang datang dari arah Pantai Utara Surabaya. Dengan posisi yang menghadap laut lepas dapat memudahkan pasukan untuk melumpuhkan kapal-kapal lawan.

Walaupun Benteng Kedung Cowek sempat terbengkalai, bangunan penginggalan Belanda ini tetap kokoh berdiri. Saat peristiwa 10 November 1945, benteng ini juga menjadi saksi bisu peristiwa tersebut sebagai tempat pertahanan Pasukan Sriwijaya. 

Pasuka Sriwijaya adalah sekelompok pemuda yang berasal dari daerah-daerah di Sumatera yang awalnya hanya berniat untuk singgah di Surabaya akan tetapi berjumpa dengan pemimpin pasukan tempur Arek-arek Surabaya, Wiliater Hutagalung.

Sekelompok pemuda tersebut kemudian membentuk pasukan untuk mempertahankan kemerdekaan yang terancam akibat kehadiran sekutu. 200 pasukan Sriwijaya gugur dan pada tanggal 27 November 1945 benteng tersebut dikuasai oleh Pasukan Inggris. Benteng Gedung Cowek juga memiliki 200 ton amunisi meriam yang belum sempat ditembakkan.

Saat ini benteng Kedung Cowek ditetapkan secara resmi sebagai bangunan cagar budaya pada bulan Mei tahun 2020, penetapan ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Selain bernilai sejarah, benteng ini juga menyajikan pemandangan Selat Madura dan pepohonan yang rimbun bagi wisatawan yang berkunjung, bangunan benteng yang dilihat saat ini merupakan bangunan asli tanpa pemugaran sama sekali.

Aksesibilitas terhadap informasi mengenai budaya dan sejarah pada zaman modern ini semakin mudah, jika dahulu kala masyarakat hanya mampu mendapatkan informasi mengenai budaya dan sejarah melalui buku, saat ini berbagai media mulai aktif menayangkan video mengenai sejarah bahkan reka adegan sejarah tertentu yang semakin menambah ketertarikan masayarakat dalam mempelajari sejarah tersebut. 

Dengan video reka adegan, maka akan menambah sensasi yang dirasakan penonton saat menonton video sejarah.

Pengunggahan video di kanal Youtube emungkinkan informasi ini semakin meluas dan dapat ditonton banyak orang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan sejarah kota yang mereka jadikan tempat tinggal selama ini.

Selain menggunakan media sosial sebagai pengenalan sejarah, Begandring Soerabaia juga membuat program unggulan yaitu Subtrack atau Surabaya Urban Track, sebuah kegiatan yang digelar secara periodik untuk mengkaji sejarah dan budaya. Hal ini merupakan suatu terbosoan dalam mempelajari sejarah, 

jika biasanya masyarakat hanya membaca lewat buku, dengan Subtrack masyarakat mampu mengunjungi dan melihat secara langsung tempat-tempat bersejarah dan juga didampingi oleh guide yang mumpuni dalam bidangnya untuk menjelaskan budaya dan sejarah.

Pidato Soekarno yang berlangsung pada tanggal 17 Agustus 1966 dengan judul Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah! yang lebih dikenal dengan singkatan Jasmerah seyogyanya menjadi rujukan masyarakat, terutama anak muda pada zaman ini untuk memberikan atensi lebih terhadap sejarah dan berkeinginan kuat untuk mempelajarinya.

Mempelajari sejarah akan memberikan banyak manfaat seperti panduan moral, mengenal dan memperkokoh identitas suatu bangsa serta latihan berpikir multiperspektif, karena sejarah memilik banyak tafsir sesuai dengan haluan yang diyakini penulis buku sejarah tersebut, dan saling berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun