Entah ucapannya benar atau tidak, yang pasti berhasil menggugah perasaaan. Spontan saya trenyuh, apalagi saya lihat penumpang memang relatif sepi.
Segera saya pilih sebotol sprite di antara minuman lain. Sepertinya sudah sepuluh tahun saya tidak minum soda, tetapi saat itu terpikirkan bahwa mungkin bocah di rumah akan senang bila sesekali menikmati minuman ringan itu.
"Berapa Pak?"
"Delapan ribu, Neng," sahutnya dengan mata yang berbinar-binar.
Selembar uang saya ulurkan.
"Ngga usah kembalian, Pak,"
Senyum si bapak makin lebar. Lalu menjawab dengan kalimat yang tak terdengar cukup jelas, berlogat Madura khas daerah setempat.
"Mugi-mugi lancar rezekinya ya, Neng," kalimat itu yang berulang-ulang ia ucapkan dan bisa saya tangkap.
Tangannya yang masih menggenggam uang dari saya dikibas-kibaskan ke atas barang dagangannya. Kebiasaan yang sering dilakukan para pedagang ketika mendapatkan pembeli pertama.
Saya mengangguk dan mengaminkan, lalu kembali pada gawai di tangan.
Rupanya bapak itu masih belum merasa cukup mengungkapkan rasa bersyukurnya. Ia masih melanjutkan mengucap sederet permohonan untuk saya. Meski tidak menangkap jelas apa yang diucapkannya, tapi yakin doa-doa baiklah yang beliau panjatkan. Saya kembali menganggukkan kepala mengaminkan sampai si bapak beranjak menawarkan dagangan ke penumpang lain.