Lanjut pada pokok bahasan kedua yakni hukum menyingkat shalawat dengan shal'amatau SAW. Ustadz Nur Hadi menjelaskan hal itu dengan mengutip kitab Fathul Mughits Syarh Alfiyah al-Hadits: 3/71 dan kitab Fatawi al-Haditsiyah Ibnu Hajar: 547.Â
Dalam kitab Fathul Mughits Syarh Alfiyah al-Hadits: 3/71 dijelaskan bahwa hukum menyingkat shalawat atau membuat rumus dalam shalawat adalah makruh sementara dalam Fatawi al-Haditsiyah Ibnu Hajar: 547 dijelaskan bahwa menyingkat shalawat itu tidak boleh bahkan dalam kitab ini juga dijelaskan keutamaan menuliskan rahimahullahatau radhiyallahu anhusetelah nama ulama' besar.
Pokok bahasan dilanjutkan dengan penceritaan dua kisah ulama' yang ditegur oleh Rasulullah karena menyingkat shalawat. Pertama, diceritakan bahwa ada seorang wali yang dalam kitabnya terdapat penyingkatan shalawat dengan shal'am, kemudian ditegur oleh Rasulullah lewat mimpinya dan akhirnya diganti dengan bacaan shalawat yang lengkap.Â
Kedua, diceritakan bahwa Ibnu Adil Da'im menulis shalawat tanpa wasallam kemudian diberi tahu Rasulullah dalam mimpinya bahwa dalam kata "wasallam" terdapat empat puluh kebaikan dengan rincian setiap satu huruf terdapat sepuluh kebaikan.
Kini sampailah pada pokok bahasan yang terakhir yakni hukum membaca shalawat selain untuk para nabi. Ustadz Nur Hadi menjelaskan bahwa terkait hal ini ada 5 hukum yang mengatur, yakni sebagai berikut :
Menurut ulama' malikiyah, hukumnya boleh secara mutlak
Menurut Imam Malik, hukumnya tidak boleh secara mutlak
Menurut Sufyan ats-Tsauri, hukumnya makruh
Menurut Imam Ahmad, hukumnya makruh dengan istiqlal. Istiqlal berarti tanpa ada permulaan shalawat kepada nabi sebelumnya atau langsung shalawat kepada selain para nabi seperti : allahumma shalli 'alaa zaid waali zaid.
Menurut Imam Syafi'i, tidak boleh dengan istiqlal namun harus mengikuti nash. Istiqlal berarti tanpa ada permulaan shalawat kepada nabi sebelumnya atau langsung shalawat kepada selain para nabi seperti : allahumma shalli 'alaa zaid waali zaid. Kemudian mengikuti nashberarti ada permulaan shalawat kepada nabi seperti : "allahumma shalli 'alaa muhammad waali muhammad wa 'alaa zaid wa umar...."
Dari kelima pendapat itu dapat juga dikatakan bahwa membaca shalawat kepada selain para nabi merupakan khilaful aula yang berarti tidak boleh ada perpecahan akibat beda pendapat, sama halnya dengan permasalahan alat musik tadi, yang mengikuti hukum haramnya alat musik lidzatih tidak boleh mencela yang mengikuti hukum haramnya alat musik lighairih, begitu pula sebaliknya.