Keseharian anak yang nyaris selalu di rumah sejak pandemi covid-19 membuat beban kerja ibu semakin meningkat, bersih-bersih, menyediakan konsumsi, dan beban yang paling berat adalah mendampingi anak belajar.Â
Beban kerja yang meningkat kadang-kadang akan menyulut emosi yang kadang-kadang tidak terkontrol. Banyak tayangan media dan media sosial tentang kekerasan yang dilakukan ibu saat mendampingi anak belajar di rumah.Â
Bersumber dari Kompas.com (16 September 2020) terjadi kekerasan pada anak di daerah Tangerang, dimana anak usia 8 tahun dibunuh oleh ibu nya karena kesal anaknya susah dibimbing belajar online di rumah. Kejadian ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 2020, di rumah kontrakan di kecamatan Larangan Tangerang. Siibu mengaku kesal karena anak susah belajar online, sehingga ibu gelap mata menganiaya anaknya sampai meninggal.Â
Kemudian anak dikuburkan oleh suami istri tersebut secara sembunyi-sembunyi. Setelah dikuburkan, mereka melapor ke pihak keamanan setempat bahwa anaknya sudah beberapa hari hilang. Kasus tersebut adalah salah satu contoh dari kekerasan terhadap anak yang terjadi di masa pandemic covid 19.
Menurut teori Erik Erikson anak pada kasus diatas  termasuk dalam fase ketekunan vs inferior. Fase ketekunan vs inferior ini terjadi pada anak usia 6-12 tahun.Â
Pada tahapan ini ruang lingkup sosial anak telah meluas keluar dari dunia keluarga dan masuk pada dunia sekolah. Orang tua, guru, dan teman memiliki perananan yang sangat penting dalam tahapan ini.Â
Pada tahap ini seorang anak sudah mulai mengembangkan kemampuan dan ketrampilannya melalui kegiatan-kegiatan positif yang dilewatinya dan perngarahan yang tepat dari orang disekitarnya. Seorang anak yang telah merasakan keberhasilan dan pencapaian akan sesuatu (kegiatan positif), akan menumbuhkan rasa ketekunan dan kompetensi (competence) yang tinggi dalam diri anak tersebut.Â
Sebaliknya, jika seorang anak terus merasakan kegagalan dalam tugas sekolah dan sebagainya, serta kurangnya dukungan dan arahan dari orang di sekitarnya maka, anak tersebut akan memiliki rasa tidak mampu dan inferiortas yang tinggi. Kegagalan dalam tahap sebelumnya seperti kurang percaya diri, malu, rasa bersalah berlebih, dan keragu-raguan juga bisa memicu terjadinya rasa inferioritas dalam diri seseorang.
Kekerasan yang dialaminya dapat menimbulkan dampak negative terhadap perkembangan psikologi anak. Anak akan menjadi pribadi yang inferior dan kurang percaya diri. Selain kekerasan yang dialami anak dari orang tuanya, pada masa pandemic ini anak menggunakan pembelajaran jarak jauh yang mengakibatkan anak kurang mengenal lingkungan mulai dari teman hingga sekolahnya, yang harunya anak dapat mengembangkan potensi-potensi mereka melalui interaksi dengan teman teman dan guru disekolah.
Kemudian bagaimana cara mengatasi kekerasan yang marak terjadi sekarang ini?
Pertama, pencegahan kekerasan terhadap anak harus dimulai dari keluarga sebagai lingkungan terdekat anak. Banyak kasus kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh anggota keluarga.Â