Mohon tunggu...
Aime Azzahra Salsabila Putri
Aime Azzahra Salsabila Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa ENTP berumur 18 tahun yang suka menulis dan membaca buku serta aktif organisasi mengikuti HIMA dan BEM. Sangatlah ekspresif, maka selagi hidup, menulislah!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Kondisi Paru-paru Dunia Melalui Dokumenter Sa Pu Hutan

1 Juni 2023   11:45 Diperbarui: 1 Juni 2023   12:09 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengaitkan dengan sifat manusia yang tidak pernah puas, begitulah keadaan para pencari cuan. Sampai akhirnya kerakusan mereka dimusnahkan secara berkala pada 28 Oktober 2015, saat KPK bersama Papua Barat memulai Gerakan penyelamatan SDA di hotel Momberamo, Sorong. Terjadilah pencabutan izin dengan dikeluarkannya instruksi Presiden Moratorium Sawit no 8/2018 selama 3 tahun. Sehingga terjadi deklarasi Manokwari dimana 12 perusahaan dicabut izinnya.

Belum berhenti disitu, 3 perusahaan besar mengajukan gugatan bahwa bupati tidak berwenang mencabut izin mereka sesuai UU cipta kerja. Hal ini membuat geram masyarakat Papua Barat, lalu mereka pun menggelar sidang adat di Sorong pada 14 Oktober 2021. Pada titik inilah, saya sebagai penonton dibuat merinding dengan statement-statement yang mereka utarakan, serta ikut merasakan bagaimana darah saya mendidih atas kemarahan akan perebutan hutan adat mereka. Sidang itu telah direkam oleh Watchdoc Documentary dengan sangat jelas, menandai momentum-momentum penting, menyadarkan para penonton mengenai berbagai hal yang selama ini rakyat Papua Barat rasakan sendirian.

Disebutkan bahwa pemerintah tidak mengakui eksistensi masyarakat adat, hal itu membuat saya meringis pedih. Selama kurang lebih 40 menit menonton video dokumenter itu, saya bisa sangat-sangat membenarkan statement tersebut. Disaat banyaknya bukti-bukti yang menyebutkan perusakan hutan adat mereka yang melebihi batas-batas perjanjian, pemerintah belum merespon. Setiap malam dibuat takut akan hilangnya hutan mereka dipagi hari, hutan yang menjadi kehidupan, identitas, memori dan sejarah mereka. Hingga akhirnya pada 15 Oktober 2021 marga Malak mendapatkan kembali hutan adat mereka.

Perjuangan belum selesai, gerakan penyelamatan SDA ini masih harus dilanjutkan, banyak wilayah yang harus dibantu, yang perlu disuarakan. Sebab negara tidak bisa berdiri di atas hutan adat tanpa pemilik hak ulayat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun