Mohon tunggu...
Aime Azzahra Salsabila Putri
Aime Azzahra Salsabila Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa ENTP berumur 18 tahun yang suka menulis dan membaca buku serta aktif organisasi mengikuti HIMA dan BEM. Sangatlah ekspresif, maka selagi hidup, menulislah!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Kondisi Paru-paru Dunia Melalui Dokumenter Sa Pu Hutan

1 Juni 2023   11:45 Diperbarui: 1 Juni 2023   12:09 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa tempat di dunia yang dianggap sangat penting bagi keberlangsungan hidup makhluk hidup, tidak hanya manusia. Tumbuhan, hewan juga satwa liar membutuhkan keberadaan tempat ini. Keberadaannya yang alami, yang mampu menopang elemen kehidupan di bumi sebagai sumber air bersih, menurunkan pencemaran udara, bahkan mencegah bencana alam. Sebab itu, kita tahu bahwa tempat-tempat itu harus dihargai. Inilah pentingnya keberadaan hutan.

Di Indonesia sendiri sudah terkenal akan hutan hujan tropisnya yang membentang di seluruh penjuru alam, menjadikan tanah Indonesia yang subur memberi pasokan oksigen terbesar untuk seluruh dunia. Mereka menyebutnya paru-paru dunia. Hutan seluas 120,3 juta hektar ini menopang penduduk rantai makanan, menyeimbangkan ekosistem dan memporosinya. Sayangnya, hutan Indonesia kini menghadapi ancaman yang serius. Laman idntimes.com melansir data Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2019 yang menjelaskan bahwa setiap harinya, terdapat sekitar 50 hektar hutan Indonesia mengalami kerusakan sejak 2007.

Salah satunya adalah hutan hujan tropis di Papua. Menurut isu yang beredar, telah terjadi pembukaan lahan secara besar-besaran untuk kepentingan industri, khususnya kebun sawit. Itu membuktikan bahwa ancaman ini bukan sekedar omong kosong, lantas sebutan paru-paru dunia untuk Indonesia terasa sudah tidak pantas lagi disandang, sebab kerusakan yang dialami termasuk kedalam kerusakan hutan tercepat. Dikabarkan bbc.com (20/11), ada oknum asing yang melakukan alih lahan dengan cara pembakaran di tanah Papua. 

Ancaman-ancaman ini telah dirasakan oleh penduduk di Kabupaten Sorong, Papua Barat. Yang menceritakan hal memilukan ini melalui film documenter berjudul "SA PU HUTAN". Film yang diproduksi Watchdoc Documentary dan Edy Purwanto sebagai sutradaranya ini merekam bagaimana keseharian dan perjuangan mereka mempertahankan hutan alam, dengan harapan besar bahwa kepentingan perlindungan hutan lebih penting ketimbang kepentingan industri. Film ini dipublikasikan ke masyarakat luas pada Desember 2021.

Watchdoc Documentary sebagai rumah produksi mencoba menghasilkan dokumenter yang dapat mengangkat nilai Indonesia seapik mungkin. Dengan proses produksi segi pengambilan gambar yang memanjakan mata, pemberian background music yang membakar semangat penonton, ilustrasi, hingga penyuntingan. Edy Purwanto selaku sutradara mengemas dokumenter ini melalui kisah inspiratif dari kampung Malalis dan kampung Klasman yang terletak di Kabupaten Sorong, Papua Barat ini.

Pada awal pembukaan film disajikan kehidupan keluarga Herman, kepala marga Malang, suku Moyi dari distrik Sayosa. Mereka hendak berburu, dimana hal itu sudah menjadi budaya mereka, dengan beralatkan parang dan tombak serta memakai pakaian cawat yang sudah menjadi aturan adat disana. Sembari memasuki areal hutan yang rimbun dan masih terjaga unsurnya, Herman mengatakan bahwasannya mereka memiliki wilayah adat yang terbagi menjadi dua yakni penampungan kain dan kambik atau Pendidikan adat. Herman juga menyebutkan batas-batas hutan adat mereka, dimana hutan rimbun dan berbau liar itu terbagi sebanyak 6 wilayah untuk 6 marga yang ada di daerah Sorong.

Kamera merekam kegiatan mereka, hingga akhirnya menangkap alas yang banyak ditebangi, yang dipotong dan diambil kayunya untuk kepentingan industri. Saat itulah Herman menunjukkan jalur pengeluaran kayu-kayu yang sudah ditebangi, ancaman pertama mereka yakni dari PT Intimpura pada tahun 1989. Hal ini mampu diberhentikan sebab adanya Hak Konvensi Hutan milik PT Intimpura yang telah berakhir pada 2009. Namun tidak berhenti disitu, datang lagi para pencari cuan ini dengan cara meengalih fungsi lahan, yakni para investor kelapa sawit. 

Dimana hutan-hutan adat yang ada di sekitar milik marga Malak sudah alih lahan menjadi kebun sawit. Berpegang teguh pada kepercayaan adat yang disakralkan serta masa depan marga Malak yang sudah semestinya bergantung pada hutan, menjadikan Herman mampu bertahan melawan berbagai ancaman, setiap kali para investor datang, Herman langsung menolak. Herman mengerti apa yang harus dilindungi.

Begitu pula dengan Manase Fadan, marga fadan dari kampung Klasman, distrik Malabotom, Kabupaten Sorong yang dibantu oleh Agus Kalalu selaku staf lapangan Yayasan Pusaka untuk meringkus NGPM yang mengeruk minyak di areal mereka. Manase bercerita jika dulu mereka hanya memberi uang permisi untuk memasuki wilayah mereka dan mengeruk SDA yang ada tanpa membuat perjanjian. Dimana akhirnya NGPM ini diresmikan menjadi Pertamina sehingga lahan mereka menjadi properti pemerintah. 

Di daerah itu juga banyak dilakukan proyek sawit entah dari perusahaan besar mana saja. Hutan marga fadan sendiri juga diincar oleh perusahaan-perusahaan besar. Banyak yang meletakkan investasi kelapa sawit disana, seakan ikut membenarkan pengerukan SDA berlebih, terutama saat Greenpeace berhasil merekam sebuah pembukaan lahan skala besar yang mengtanduskan berhektar-hektar hutan alam pada tahun 2018. Gerakan penyelamatan SDA ini mulai disuarakan.

Terekam kegiatan demo oleh suku Maybrat dari Kabupaten Sorong Selatan yang meminta ganti rugi ke perusahaan atas tanah adat mereka (Dok. Yayasan Pusaka). Mungkin hal itu tidak akan terjadi apabila perusahaan-perusahaan itu tidak melewati batas, tidak mengambil yang sudah seharusnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun