Sebelumnya sepi dari pemberitaan, bahkan di media sosial yang biasanya riuh, juga tak banyak terdengar. Tetapi belakangan muncul suara-suara sumbang dari proses pemilihan. Di Makassar, Sulawesi Selatan. Memilih Walikota dan wakilnya untuk lima tahun selanjutnya.
Belakangan diumumkan kotak alias kolom kosong yang menang. Selisih suara cukup banyak: 36 ribu lebih, dan menjadi sejarah pertama kali. Warga Kota Makassar yang menorehkan. Tapi apakah semua selesai?Â
Jawabannya, belum!
KISRUH GARIS POLISI YANG VIRAL
Kisruh yang terjadi sebelum pemungutan suara, ternyata berlanjut saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pilkada di Makassar. Â Yang menjadi masalah adalah Kecamatan Tamalate, Makassar, yang viral dengan garis polisi.
Anda tentu masih ingat, beberapa saat pascapencoblosan dan dilakukan penghitungan di tingkat kecamatan, di kecamatan inilah terjadi insiden yang viral di media sosial.
Kala itu, penghitungan suara di Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, di halangi garis polisi.Â
Sontak, sejumlah wartawan termasuk organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), mempertanyakan penutupan ini. Sampai sekarang, masih abu- abu, belum terjawab mengapa ada garis polisi di sana.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen (Pol) Setyo Wasisto mengatakan, "Kami ada SOP-nya, misalnya, pengamanannya dari jarak berapa. Tugas pengamanan kalau ada permintaan juga harus dilaksanakan," ungkapnya.
Proses penghitungan suara juga, dikatakan Setyo, harus terbuka. Jika ada pelanggaran dari Polres setempat, bisa dilaporkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) di Polda Sulawesi Selatan ataupun Mabes Polri, Jakarta.Â
"Kalau close semua, saya kira harus didudukan pada porsinya. Jadi kalau mau sebagai pengontrol, media adalah pengawas harus diberi akses walau tidak seluas-luasnya, dalam jarak tertentu sehingga betul orang bisa dengar dan lihat fair. Jadi jangan timbul kecurigaan,"  katanya.