Mohon tunggu...
Aiman Witjaksono
Aiman Witjaksono Mohon Tunggu... Administrasi - Wartawan TV

So Called Journalist

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

PK dan Masa Depan Politik Ahok

19 Maret 2018   04:20 Diperbarui: 19 Maret 2018   18:21 4163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memutuskan tidak naik banding-setelah sembilan bulan menjalani masa tahanan-penasihat hukum Basuki Tjahaja Purnama, Ahok, yang juga adiknya Fify Lety Indra bersama dengan pengacara Ahok yang lain, Josefina Agatha Syukur, resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) pada 2 Februari 2018 lalu. 

Kabar yang kembali mengejutkan, setelah sebelumnya mantan Gubernur DKI Jakarta ini, dilanda isu perceraian dengan istrinya.

Gonjang-ganjing Pasca pengajuan PK Ahok

Gonjang-ganjing pun mulai terjadi. Diantaranya adalah Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Gatot Saptono alias Muhammad Al Khaththath, yang mencurigai adanya motif politik di balik pengajuan PK Ahok, saat ini. 

Ahok dikatakan punya kesempatan jika PK memutusnya bebas, untuk mengikuti konstestasi Pilpres, entah sebagai Capres ataupun Cawapres. Kalau dilihat dari timeline Komisi Pemilihan Umum (KPU), pendaftaran kandidat Presiden dan Wakil Presiden adalah pada tanggal 4-10 Agustus 2018. 

Maka jika proses Peninjauan Kembali (PK) memakan waktu maksimal 3 bulan, sesuai peraturan Mahkamah Agung, maka sangat mungkin prosesnya pas dengan masa pendaftaran itu. Artinya alasan Sekjen FUI masuk akal dari sisi timeline. Benarkah ada keinginan untuk kembali ke kancah dunia Politik bagi Ahok jika PK-nya dikabulkan Mahkamah Agung? 

Ketika bicara PK Ahok, maka setidaknya ada dua implikasi dari kasus ini. Pertama adalah proses hukum PK yang saat ini tengah berjalan, dan kedua adalah implikasi pasca keputusan PK yang (misalnya) mengabulkan PK dari terpidana.

Tanpa Banding dan Ajukan PK

Pada tanggal 9 Mei 2017 lalu, Ahok resmi dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara, terkait pelanggaran pasal 156a KUHP, tentang Penodaan Agama. Hakim memutuskan Ahok terbukti melakukan tindak pidana dalam Pasal 156a KUHP, yakni secara sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama. Vonis 2 tahun penjara, langsung diputus hakim dan langsung ditahan. 

Proses hukum banding dicabut Ahok setelah sebelumnya berencana naik banding. Ada 3 alasan yang disampaikan pengacara Ahok kala itu, Wayan Sudirta, "Alasan pertama, Pak Ahok ini tidak ingin ada kemacetan. Bayangkan yang dia pikirkan itu soal kecil-kecil," ujar Wayan pada bulan Juli 2017 lalu. Alasan kedua, Ahok tidak ingin pendukungnya terus menerus melakukan demo sampai meninggalkan pekerjaan. 

Ahok tidak mau nantinya ada demo tandingan dari pihak lawan sehingga bentrok. Alasan ketiga berkaitan dengan adanya tudingan bahwa pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo melindungi Ahok. "Ahok ingin meniadakan kesan itu. Alasan ketiganya adalah bagaimana Ahok tidak membebani pemerintahan Jokowi yang sudah berat. Caranya ya mencabut banding," kembali Wayan berujar. (baca)

Dasar PK dari Putusan Buni Yani

Namun kali ini, PK Ahok diajukan. Dasar dari pengajuan PK ini adalah dugaan adanya kondisi baru terkait kekhilafan hakim dalam memutus perkara, dengan mendasari pada Putusan Buni Yani yang telah vonis 1,5 tahun penjara. 

Tim penasihat hukum Ahok menilai, bahwa kasus Ahok ini, muncuk akibat potongan video Buni Yani yang viral, dan kemudian menjadi pemicu adanya unjuk rasa beberapa kali yang dikenali dengan istilah aksi 411, 212 dan seterusnya. Program AIMAN yang mewawancarai penasihat hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, menolak alasan ini. 

Sebabnya adalah, dalam memutus kasus Ahok, sidang tidak pernah memanggil Buni Yani dan menggunakan alat bukti potongan video Buni Yani. Terkait dengan perdebatan materi hukum ini, biarlah Hakim Agung di MA yang memutus, paling lama 3 bulan ke depan sesuai aturan MA. 

Lalu bagaimana pertanyaan soal implikasi Politik dari putusan PK yang katakanya mengabulkan PK Ahok, bisakah serta merta ia maju dalam bursa Pemilihan Presiden (Pilpres)? Jawabannya tidak semudah itu!

Dua Faktor Masa Depan Politik Ahok 2019

Faktor pertama, adalah faktor legal formal. Dalam UU Pilkada yang pernah diputus Mahkamah Konstitusi maupun UU Pemilu yang baru saja di sahkan (Undang Undang nomor 7 Tahun 2017), dalam Pasal 169 huruf "p" disebutkan bahwa "Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, tidak bisa diajukan bila pernah dipidana dan sudah memperoleh keputusan hukum tetap dengan ancaman hukuman penjara 5 (lima) tahun atau lebih".   

Isi pasalnya sebagai berikut: "Syarat sebagai Calon Presiden & Calon Wakil Presiden adalah  tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih."

Sementara pada pasal 156a KUHP di mana pada kasus Ahok, sudah memiliki kekuatan hukum tetap, disebut ancaman pidana penjaranya selama-lamanya 5 (lima) tahun.

Hal ini pernah terjadi perdebatan saat membahas Ahok perlu mundur dari kursi Gubernur atau tidak, saat jadi terdakwa pasal 156a KUHP, yang memiliki ancaman pidana paling lama 5 tahun penjara, Februari 2017 lalu. 

Sementara Pasal 83 Undang Undang Pemerintah Daerah, menyebutkan, Kepala Daerah yang berstatus terdakwa harus mundur sementara jika diancam dengan hukuman paling singkat 5 (lima) tahun penjara.

Kala itu terjadi perbedaan tajam diantara para Pakar Hukum Tata Negara. Ada yang berangggapan bahwa frasa paling lama 5 tahun, dan paling singkat 5 tahun memiliki irisan, yakni pada angka 5 tahun. Sehingga Ahok harus mundur sebagai Gubernur yang berstatus terdakwa, kala itu.

Lalu ada pula pakar hukum Tata Negara yang berpendapat, bahwa tidak seharusnya Ahok mundur, karena frasa paling lambat dan paling singkat, adalah dua hal yang berbeda.

Nah, bagaimana dengan frasa, Pasal 169 UU Pemilu?

Jika memang terjadi, pasti akan terjadi perbedaan tajam memaknai pasal ini!

Faktor Kedua Masa Depan Politik Ahok 2019

Faktor kedua adalah hal yang bersifat Pragmatis, alias elektabilitas atau tingkat keterpilihan. Baru-baru ini, Lembaga Survei Populi Center, menjadi satu-satunya yang menempatkan nama Ahok pada hasil survei paling akhir. 

Hasilnya? Jauh berbeda dengan saat ia menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kala Ahok duduk menjadi Gubernur DKI Jakarta, elektabilitasnya bahkan berada di 3 besar di lingkup nasional, bersanding dengan nama Joko Widodo serta Prabowo Subianto. Survei CSIS, pernah memotretnya pada akhir 2015.

Kini dalam hasil survei Populi Center, Ahok berada pada angka 0,4 persen. Jauh tertinggal dari elektabilitas Joko Widodo 52,8 persen dan Prabowo Subianto 15,4 persen. Elektabilitas Ahok bahkan berada di bawah Jenderal Gatot Nurmantyo, Agus Harimurti Yudhoyono, dan Jusuf Kalla.

Pertanyaannya, bisakah angka- angka ini naik pasca PK Ahok dikabulkan? Peneliti Populi Center, Rafif Imawan, mengatakan kepada saya, bisa!

Namun untuk naik drastis sangat sulit. Apalagi Ahok hanya memiliki kekuatan di wilayah kota terutama Jakarta dan sekitarnya, belum dalam lingkup Indonesia secara umum. Satu hal lagi, apapun hasil hukumnya, pernah melekat pada dirinya kasus penodaan agama, adalah hal yang tersulit dalam hitung-hitungan politik normal.

Terlepas dari dua faktor di atas, tentu kita semua sepakat, bahwa adalah kewajiban bagi setiap warga negara untuk menjalani hukuman yang telah diputuskan oleh pihak berwenang. Termasuk juga hak bagi setiap warga negara, untuk mengambil apapun upaya legal formal yang bisa ditempuh, termasuk PK.  

Saya Aiman Witjaksono, Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun