Mohon tunggu...
NIA
NIA Mohon Tunggu... Penulis - Finding place for ...

- Painting by the words

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Prasangka

19 Maret 2022   10:09 Diperbarui: 7 Juni 2022   04:47 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: t.me/ https://id.pinterest.com/pin/6403624462040291/

“Selama ini kau menipuku! Katanya tidak belajar, tapi apa ini! Banyak sekali catatan yang kamu buat. Apanya yang tidak belajar? Apanya yang hanya coba-coba? Dasar pembohong!”

“Aku memang hanya coba-coba mengikuti ujian masuk abdi Nusa, memanfaatkan peluang yang ada. Sama sekali tidak ada niatan ataupun berharap akan terpilih. Kau pun tahu jika impianku bukanlah menjadi abdi Nusa, Put!” jelas Sang Putra.

“Tapi catatanmu sangat banyak! Dusta sekali jika kamu mengatakan tidak belajar!” teriak Sang Putri.

“Aku membuat catatan agar lebih mudah dalam belajar. Kamu pun melakukan hal yang sama, ‘kan? Aku mengaku padamu kalau tidak belajar karena sadar kemampuan belajarku masih tertinggal darimu. Kau selalu lebih pandai dan rajin dibandingkan aku.”

Sang Putri terkatup mendengar jawaban itu. Perlahan, kedua matanya memerah. Kaki pun terasa lemas sehingga ia terduduk di tanah. “Jadi, kamu hanya merendah di hadapanku? Ternyata, kamu tetap belajar meski hanya coba-coba mengikuti ujian masuk abdi Nusa,” gumamnya. Airmata membasahi sisi wajah.

“Selama ini kupikir kamu sungguh tidak belajar. Lolos abdi Nusa hanya karena kebetulan. Jadi, aku meniru caramu. Berharap dengan begitu, aku akan lolos sepertimu.” Sang Putri tergugu, sementara Sang Putra tercenung. Ia akhirnya tahu alasan nilai Sang Putri semakin buruk di ujian masuk abdi Nusa.

Sang Putri terisak pedih. Merasa bodoh telah mempercayai ucapan Sang Putra dengan serta-merta kala itu. Buruknya lagi, ia senantiasa menganggap Sang Putra tidak lebih hebat darinya dan menilai apapun yang diperoleh Sang Putra hanya sebuah keberuntungan. Namun, catatan belajar milik pemuda itu menunjukkan fakta dengan jelas. Sang Putra berhasil karena usaha yang dilakukan, bukan atas dasar keberuntungan atau kebetulan semata.

“Cobalah lagi. Kali ini, lakukan berdasarkan dirimu sendiri.”

Sang Putri tak berkomentar apapun. Ia terperangkap pada beragam penyesalan. Bukan hanya menyesal telah merendahkan teman sendiri, tetapi juga telah banyak waktu yang disia-siakannya hanya untuk menjadi orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun