Ada dua kabar yang sedang menjadi buah bibir warga dusun Berbintang, tentang Sang Putra yang menjadi abdi Nusa dan Sang Putri yang gagal menyandang gelar serupa. Warga tanpa henti menyanjung Sang Putra, juga tanpa lelah menyinggung kegagalan Sang Putri. Mereka lantas menyimpulkan bahwa Sang Putra lebih pandai dibanding Sang Putri, sebab untuk menjadi seorang abdi Nusa sangat sulit. Karenanya, siapapun yang berhasil meraih gelar tersebut akan memiliki kedudukan sosial tinggi, disegani serta dihormati.
Penilaian warga Berbintang tentu melukai hati Sang Putri. Selama ini kepintarannya dianggap lebih tinggi daripada Sang Putra. Namun, akibat kegagalan menjadi abdi Nusa, pendapat orang-orang berubah, semudah membalikkan telapak tangan.
“Aku masih tidak menyangka bisa terpilih menjadi abdi Nusa, padahal tidak belajar. Tidak juga ada niat. Hanya coba-coba!” Pengakuan Sang Putra menambah derita hati Sang Putri. Ada perasaan tidak terima lantaran selama ini ia belajar tanpa henti demi mewujudkan mimpi menyandang gelar terpandang itu, tetapi ternyata dirinya harus kalah dari Sang Putra yang lolos karena faktor keberuntungan.
“Jangan patah semangat, Put. Jangan menyerah! Ujian masuk berikutnya, aku yakin kamu akan berhasil,” ujar Sang Putra saat menyadari ada kesedihan di paras kawannya.
Sang Putri memaksakan senyuman, meneguhkan diri untuk berjuang kembali menghadapi ujian masuk abdi Nusa. Dia tak akan menerapkan metode yang sama. Tidak ada belajar. Tidak ada niat sepenuh hati. Sang Putri akan meniru cara Sang Putra. Dengan begitu, ia pasti akan berhasil. Dengan begitu, warga dusun Berbintang akan mengakui kepandaiannya lagi.
Bulan bergulir. Fase demi fase terlewati, terulang sebanyak delapan belas kali. Ketika Sang Putra telah disibukkan dengan tugas abdi Nusa, Sang Putri harus kembali menelan kepahitan. Tiga kali mengikuti ujian abdi Nusa, tiga putaran itu pula dirinya gagal. Kegagalan yang terakhir bahkan mencetak skor ujian sangat rendah.
Warga Berbintang akhirnya berpikir bahwa Sang Putri bukan saja tak pandai, tapi juga tidak memiliki keberuntungan. Sang Putri pun mulai meragukan kemampuan diri sendiri. Hilang pula hasrat untuk maju. Dia merasa selalu jalan di tempat, semakin tertinggal dari Sang Putra yang menorehkan banyak prestasi di dunia abdi Nusa.
“Jangan menyerah! Cobalah sekali lagi, siapa tahu akan berhasil,” saran Sang Putra.
Sang Putri menggeleng lemah. Pikirannya sedang sibuk menemukan akar masalah yang membuatnya gagal bertubi-tubi. Bagian mana yang belum disamakan dengan Sang Putra sehingga hasil yang diperoleh berbeda. Satu ide muncul di kepala, Sang Putri pun berkata, “Pinjamkan aku buku belajarmu saat mengikuti ujian masuk abdi Nusa. Akan kucoba sekali lagi.”
Sang Putra bergegas mengumpulkan buku belajar dan menyerahkannya kepada Sang Putri. Sang Putri meneliti satu per satu tumpukan buku milik Sang Putra. Ekspresi murka terbit di parasnya.