Di satu sisi, tenaga kesehatan harus dapat memberikan edukasi yang benar dan jelas kepada pasien terkait berapa dosis obat yang dikonsumsi, berapa lama obat tersebut harus dikonsumsi. Pemilihan terapi antibiotik juga harus disesuaikan dengan guideline terbaru.
Bagi para pemangku kesehatan, diperlukan kolaborasi multisektor yang terintegrasi dan komprehensif untuk mengatasi ancaman resistansi antimikroba. World Health Organization pun telah menetapkan rencana aksi global pada World Health Assembly bulan Mei 2015 yang berisi:
- Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang resistansi antimikroba melalui komunikasi, pendidikan, dan pelatihan yang efektif.
- Memperkuat dasar pengetahuan dan bukti penggunaan antibiotik melalui pengawasan dan penelitian.
- Mengurangi insiden infeksi melalui sanitasi yang efektif, serta pencegahan dan pengendalian infeksi terutama di rumah sakit (termasuk pengelolaan limbah RS).
- Mengoptimalkan penggunaan obat antimikroba pada manusia dan hewan.
- Mengembangkan studi ekonomi untuk investasi berkelanjutan (obat-obatan baru, alat diagnostik, vaksin dan intervensi lainnya)
Jadi, kembali lagi ke pertanyaan di awal. Masih mampukah antimikroba melawan mikroba di tahun 2050? Jawabannya ada di tangan kita. Mari ambil peran, kita lawan resistansi antimikroba bersama-sama!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H