Mohon tunggu...
Abigail Adeline
Abigail Adeline Mohon Tunggu... Lainnya - Pencari ilmu

Saya suka menulis, lumayan. Tapi jarang sih. Kalau kepikiran ide, langsung tulis wkwkkw.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Lupa Pulang

6 Oktober 2024   08:40 Diperbarui: 6 Oktober 2024   09:17 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Salam kenal, aku Aayana. Aku anak pindahan kelas dua SMA dari Jakarta ke Bandung. Jauh nggak? 

Memang sih di Bandung ada Oma.. tapi rasanya aneh awalnya kalau gak sama Bunda. Waktu Bunda bilang kalau aku mau dipindahkan ke Bandung, aku gak mau dan sempat beradu mulut sama Bunda. Sampai aku gak mau makan selama dua hari karena ngambek dan gak nyangka. 

Setelah seminggu lebih, akhirnya Bunda ngalah dan minta maaf duluan sama aku, namun dengan sadar aku jadi merasa bersalah. Apa aku harus nurut aja? Karena kata Bunda ini juga karena masalah ekonomi keluargaku yang lagi tidak stabil. 

Bunda memang udah minta maaf, tapi tetap bersikeras untuk aku pindah ke Bandung. Sejujurnya aku gak ngerti apa hubungannya dengan perekonomian keluargaku kalau aku pindah ke Bandung, bukannya malah lebih berat ya? 

Aku gak pikirin lagi, akhirnya aku pergi ke Bandung, ninggalin Ayah, Bunda dan Adikku satu-satunya. Aku cuma pikirin kalau Bunda itu gak bakal kasih aku uang jajan dan uang buat sekolah.. apa gak kasihan sama Oma?

• • •

“Mereka emang udah gak sayang aku lagi ya Oma?” tanyaku di pukul setengah empat dini hari, di halaman belakang bersama Oma yang sedang memotong buah apel. 

Oma terkekeh, “Gak sayang gimana? Mereka ngirim uang setiap bulan, mereka kirim uang untuk kamu juga.. kalau gak dari mereka, dari siapa lagi, Aya?” jawab Oma, aku tidak menyangka ternyata aku masih dipedulikan dari jauh. Aku sadar bahwa aku tidak mensyukuri hidup. 

“Kakak memang baru pertama kali hidup, Bun.. tapi Kakak ngerti Bunda yang lebih tahu tentang kerasnya dunia dan bagaimana hidup. Kakak cuma sebagian kecil dari itu.” batinku.

“Aya?” Oma menjentikkan jarinya di depan wajahku. “Jangan melamun begitu, nanti-

“Oma sendiri kenapa sering diam di halaman belakang subuh-subuh? Bahkan sebelum subuh pun? Oma sendiri gak takut? Aku kalau lihat Oma begini setiap hari bakal aku bakar rumah ini.” ucapku spontan sebelum terkena salam olahraga dari Oma, menggunakan rotan yang selalu tersimpan di setiap sudut rumah.

Memang terlihat seperti anak durhaka, tapi nyatanya aku memang kurang kasih sayang, tapi dengan orang lain, aku mengerti bagaimana caranya menghargai dan menyayangi.

Aku bahkan gak tau kepastian dari Bunda, aku dijauhkan dari Bunda sementara atau selamanya?

Oma berdiri masuk ke dalam rumah sebelum ayam jago berkokok di pukul lima pagi ini. 

Oma kembali dan menyodorkan ponselnya—yang dibelikan Bunda—kepadaku, aku mendengar ada suara perempuan di balik layar itu. 

“Aya?” aku memfokuskan pandanganku pada panggilan video. Bunda, Ayah? Senyuman wanita dan pria yang kurindukan. 

“Bunda.” panggilku. 

“Gimana kabar kamu, Kak?” tanya Ayah, aku harus menjawab yang terbaik, walaupun tidak semua yang dikatakan benar-benar baik. 

“Baik Ayah,

Kakak kangen, Bun.. Ayah..” lanjutku dengan lirih.

“Bunda minta maaf- 

“Kakak minta maaf Bunda, Kakak minta maaf Ayah, Kakak belum bisa jadi yang terbaik untuk kalian. Maaf Kakak cuma nyusahin kalian di Bandung, maaf.. harusnya kalian gak usah peduli lagi sama Kakak.” potongku, dan tanpa sadar air mataku menitik di pipi. 

“Kakak janji bakal jadi yang terbaik tapi, Kakak mau pulang Bunda... Kakak gak bisa begini.”

“Aya.. Bunda minta kamu di sana sebentar lagi aja ya? Kamu gak kasihan sama Oma sendirian terus di rumah setiap harinya?” jelas Bunda. Aku menghela nafas berat, namun memang aku bisa apa? Aku sudah memegang janji. 

Aku mengangguk setuju. “Terima kasih, Kak..” kata Ayah kepadaku sambil tersenyum hangat. 

TAMAT

Rumah kecil itu,

 tempatku berteduh.

Akan ku buktikan, semua doa

dan harapannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun