Mohon tunggu...
Dewi Ailam
Dewi Ailam Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pengagum dunia seputar Al-Qur'an dan tafsirnya. Salam Literasi^^

Sungguh tidak ada daya menghindarkan diri dari kemaksiatan kecuali dengan perlindungan-Nya dan tidak ada kekuatan melaksanakan ketaatan kecuali dengan pertolongan-Nya. Semoga melalui tulisan ini menjadi setitik wasilah menggapai keberkahan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berhenti Merasa Terusik dengan Pertanyaan "Kapan Nikah"

29 Maret 2021   10:00 Diperbarui: 29 Maret 2021   20:57 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Dikutip dari Maktabah Syamilah)

Aisyah menceritakan tentang kedatangan Khansa  binti Khidam mengatakan, ‘Ayahku telah menikahkanku dengan anak saudaranya. Ia berharap dengan menikahiku kelakuan buruknya hilang, tetapi aku sebenarnya tidak menyukainya.’ Aisyah berkata, ‘duduk disini sambil menunggu Rasulullah’. 

Begitu Rasulullah datang dan mendengar persoalan tersebut, Rasulullah meminta ayah dari perempuan itu datang kemudian mengatakan agar menyerahkan mengenai pernikahan kepada anaknya. Khansa menjawab, ‘Wahai Rasulullah, sebenarnya aku menuruti apa yang diperbuat ayahku, hanya saja aku ingin memberitahukan kepada kaum perempaun bahwa para ayah sebenarnya tidak memiliki hak atas persoalan ini.”

Berdasarkan riwayat tersebut, dapat kita pahami bahwa dalam menentukan pasangan hidup (suami/istri) yang bersangkutanlah yang berhak untuk mengambil keputusan. Hal tersebut senada dengan perkataan Wahbah Zuhaili dalam Fiqh Islami, “Tidak sah pernikahan dua orang calon mempelai tanpa kerelaan keduanya. Jika salah satunya dipaksa (ikrah) dengan ancaman maka akad pernikahannya menjadi rusak
Bagaimanapun, hukum dasar dalam menentukan keabsahan adalah adanya unsur kerelaan (ridha) dari pihak terkait.

Untuk itu, dalam hal penyesuaian pola pikir. Baik perempuan maupun laki-laki yang beranjak dewasa, yang akan atau sudah menginjak usia 20 tahun-an berhenti terusik dengan pertanyaan tetangga kapan nikah (sebagaimana pertanyaan kapan lulus, kapan kerja, kapan punya anak, pergunjingan tersebut takkan berhenti mengitari, hanya jangan merasa terbebani). Bawa santai saja ya. Sebab, menikah merupakan pilihan, tidak perlu tergesa-gesa.  Dan yang paling penting diri sendirilah yang paling mengetahui kesiapan dan kebutuhan jiwa serta raga. Orang lain tidak memiliki hak apapun mengatur kehidupan kita, diri kita sendirilah yang berhak menentukan. Karena menikah bukan ajang perlombaan.

Percayalah, memiliki kesiapan mental, kematangan emosi dan kemampuan menopang rumah tangga pasti menambah nilaimu dalam menjaga keharmonisan rumah tangga, bukan? Selain itu, bukankah masa muda adalah masa keemasan meraih cita-cita?

Yang sudah menikah, yuk lebih bijak menyikapi. Semoga mawaddah dan rahmat senantiasa menyertai~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun