Syari'at Islam terdiri dari petunjuk dan larangan, sehingga seorang muslim wajib untuk menghindari apa yang dilarang oleh Allah. Dalam konteks muamalah, setiap muslim memiliki hak untuk menjalankan aktivitas ekonomi mereka. Walaupun demikian, Allah SWT telah menetapkan pedoman tertentu yang harus diikuti dalam kegiatan ekonomi, sehingga pelanggaran terhadap panduan tersebut dapat mengakibatkan aktivitas ekonomi yang dilakukan menjadi batal.
Transaksi yang batal merujuk pada transaksi yang tidak valid atau yang memiliki elemen-elemen yang menjadikannya tidak sah. Dasar hukum dalam muamalah adalah diperbolehkan. Muamalah diartikan sebagai kegiatan tukar menukar barang yang memberikan manfaat tertentu bagi individu. Muamalah memiliki banyak ragam, sehingga umat Islam memiliki pilihan dalam jenis-jenis muamalah yang sesuai dengan manfaat yang diinginkan.
Islam memberikan kebebasan kepada umatnya untuk berinovasi dalam berbisnis atau berinteraksi dengan orang lain dalam konteks muamalah. Namun, kebebasan ini harus sejalan dengan petunjuk yang ada dan menjauhi larangan. Dalam melakukan transaksi pembelian dan penjualan barang, setiap orang harus memperhatikan hukum syara' yang membatasi perilaku individu dalam transaksi. Sumber hukum dalam Islam untuk transaksi mencakup Al-Qur'an, Al-Sunnah, dan ijtihad, yang meliputi penggunaan berbagai instrumen seperti ijma', Qiyas, Al-maslahah al-mursalah, 'urf, istishab, sad al-dhari'ah, dan lain-lain yang diterima sebagai cara untuk berijtihad. Selain itu, terdapat kaidah fiqhiyyah, yaitu prinsip umum yang dapat dijadikan panduan dalam pengembangan hukum Islam, terutama ketika ada keadaan baru yang memerlukan penetapan hukum yang cepat. Terdapat sejumlah transaksi yang dilarang dalam Islam. Transaksi yang diharamkan dalam Islam disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
1. Objek yang diharamkan (zat yang ditransaksikan)
 2. Cara transaksi yang haram (selain zatnya)
3. Akad yang tidak sah atau tidak lengkap. Berikut penjelasan yang lebih mendalam tentang transaksi-tranaksi yang dilarang dalam Islam.
Objek yang diharamkan (zat yang ditransaksikan) Dalam Islam, terdapat ketentuan yang jelas mengenai objek transaksi yang tidak diperbolehkan, seperti minuman keras, daging babi, dan sejenisnya. Oleh karena itu, melakukan transaksi yang berkaitan dengan objek-objek yang haram tersebut juga dianggap haram. Ini sesuai dengan prinsip fiqh "ma haruma fi'luhu haruma thalabuhu" yang berarti bahwa setiap yang diharamkan pada objeknya juga haram pada cara untuk mendapatkannya. Prinsip ini juga menyiratkan bahwa setiap objek haram yang diperoleh dengan cara baik atau halal tidak akan mengubah statusnya menjadi halal.
Cara transaksi yang haram (selain zatnya) Sesuatu bisa dianggap haram bukan hanya karena zatnya yang dilarang. Sesuatu bisa dikatakan haram jika cara untuk mendapatkannya melanggar hukum syariah. Di antaranya adalah karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip muamalah:
(1) melanggar prinsip saling ridho "an taradin minkum" (Qs. An-Nisa:29);
(2) melanggar prinsip saling zhalim "la Tadzlimun wa la tudzlamun (Qs. Al-Baqarah:278).
Transaksi yang termasuk melanggar prinsip an  taradin  minkumadalah  transaksi  penipuan  (Tadlis);  ketidakjelasan(gharah/taghris); rekayasa pasar (dalam supply maupun demand); rekayasa Pasar (Bai' najasy.  Transaksi-transaksi  yang  termasuk  melanggar  prinsip la  tadzlimun  wa  la tudzlamun adalah praktek-praktek ekonomi dan keuangan dalam bentuk tagrir (gharar); riba; maysir; dan risywah.
Islam telah menetapkan ketentuan, metode, dan transaksi yang tidak diperbolehkan dalam keuangan syariah. Tujuannya adalah untuk melindungi semua pihak dari kerugian dalam transaksi tersebut.
Kemudian, apa saja ketentuan dan jenis transaksi yang dilarang dalam keuangan syariah? Mari kita lihat penjelasan berikut ini.
Ketentuan Terkait Transaksi Keuangan Syariah
Islam mengharuskan bahwa semua transaksi harus dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak. Penjelasan tentang transaksi yang dilarang dalam keuangan syariah juga terdapat dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa Ayat 29.
Larangan dalam transaksi Islam berasal dari dua aspek, yaitu cara pelaksanaannya dan jenis objek yang diperdagangkan. Contohnya barang yang diharamkan untuk diperdagangkan dalam Islam adalah narkoba, bangkai, minuman beralkohol, atau bagian tubuh manusia. Sedangkan berdasarkan metode transaksinya, ada beberapa kategori yang menentukan larangan tersebut.
4 Metode Transaksi yang Dilarang dalam Keuangan Syariah
Berikut adalah sejumlah jenis transaksi yang dilarang dalam keuangan syariah, yang dibedakan berdasarkan cara transaksinya.
1.Tadlis
Tadlis adalah keadaan di mana salah satu pihak dalam transaksi tidak mengungkapkan informasi kepada pihak lainnya. Ini bertujuan untuk menipu pihak yang lain karena ketidaktahuan mereka tentang informasi terkait barang yang diperdagangkan.
Informasi yang disembunyikan bisa mencakup jumlah, kualitas, harga, serta waktu penyerahan barang yang diperjualbelikan. Contoh yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah menjual barang bekas di platform online tanpa memberikan deskripsi yang lengkap atau mempermainkan timbangan saat membeli kebutuhan sehari-hari.
2.Ikhtikar
Ikhtikar adalah keadaan di mana produsen atau penjual menghalangi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Praktik ini biasanya dilakukan dengan cara menahan stok barang agar harga jualnya menjadi lebih tinggi. Kemudian, penjual akan menawarkan barangnya dengan harga yang telah meningkat.
Ikhtikar juga bisa terjadi dengan menghalangi penjual lain untuk memasuki pasar. Tujuannya adalah agar ia menjadi satu-satunya penjual (monopoli). Tentu saja, hal ini merugikan para konsumen.
3.Bai' Najasy
Bai' Najasy adalah situasi di mana pembeli menciptakan permintaan yang tidak nyata. Ini membuat seakan-akan ada permintaan yang besar terhadap suatu produk, sehingga harga jualnya bisa naik.
Ketika harga meningkat, pembeli akan menjual kembali barang yang telah dibeli sebelumnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Contoh yang mudah dipahami adalah dalam lelang, di mana penyelenggara berkolaborasi dengan peserta yang ditugaskan untuk memberikan tawaran palsu agar harga barang lelang meningkat.
4.Gharar
Gharar adalah metode transaksi jual beli yang tidak memiliki kepastian, sehingga bisa merugikan pembeli. Sama seperti Tadlis, Gharar bisa muncul dalam empat aspek, yaitu jumlah, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Namun, perbedaannya, Gharar terjadi akibat adanya ketidakpastian, sementara Tadlis adalah tindakan penipuan yang telah direncanakan sebelumnya.
Contoh transaksi Gharar adalah membeli barang yang belum dikuasai penjual, seperti membeli anak sapi yang masih dalam kandungan. Contoh lain adalah jual beli tanah yang masih mengandung biji kacang atau sayuran.
Demikianlah informasi tentang transaksi yang dilarang dalam keuangan syariah. Dalam aktivitas sehari-hari, transaksi memang tidak dapat dihindari. Namun, penting untuk memastikan bahwa transaksi tersebut tidak melanggar aturan syariah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H