Pentingnya privasi anak di dunia maya. Orang tua, bijaklah dalam berbagi momen mereka di media sosial
Dulu, foto anak-anak kita paling banter ya cuma dipajang di album keluarga, atau dicetak terus dikasih ke kakek nenek. Â
Lingkupnya terbatas banget. Â Tapi sekarang, dengan sekali klik, foto anak kita bisa dilihat jutaan orang di seluruh dunia. Keren, sekaligus ngeri-ngeri sedap. Â
Kerennya karena kita bisa berbagi kebahagiaan sama banyak orang, ngerasa terhubung sama banyak orang secara online. Â
Ngerinya, privasi anak kita jadi rentan, keamanan mereka juga bisa terancam.
Data di Balik Layar Sharenting
Mungkin masih ada yang skeptis, "Ah, risiko sharenting paling cuma cyberbullying doang, itu juga jarang kejadian". Â
Tapi, jangan salah. Â Menurut studi dari University of Michigan yang dipublikasikan di jurnal Pediatrics, jejak digital anak yang dimulai sejak dini melalui sharenting dapat memiliki konsekuensi jangka panjang yang signifikan. Â
Bahkan, UNICEFÂ dalam laporannya tentang Keadaan Anak-Anak di Dunia 2021, Â menekankan bahwa data pribadi anak di era digital sangat rentan dan perlu perlindungan ekstra. Â
Ini bukan cuma soal iseng-iseng posting, tapi ini soal masa depan anak kita.
Lebih konkret lagi, studi dari firma keamanan siber AVGÂ menemukan bahwa pada tahun 2015, diperkirakan lebih dari setengah anak-anak di Inggris Raya sudah memiliki jejak digital online bahkan sebelum mereka mencapai usia enam bulan, sebagian besar karena sharenting.Â
Dan yang lebih mengkhawatirkan,  laporan dari Europol pada tahun 2017 menunjukkan bahwa foto anak-anak yang dibagikan secara online berpotensi disalahgunakan untuk tujuan pedofilia dan eksploitasi anak.Â
Data-data ini bukan buat nakut-nakutin, tapi buat membuka mata kita, bahwa risiko sharenting itu nyata dan serius.
Kisah Nyata Dampak Negatif Sharenting
Selain data statistik, Â studi kasus juga bisa bikin kita lebih ngeh soal bahaya sharenting.Â
Misalnya, ada cerita tentang seorang ibu vlogger terkenal yang sering banget posting video keseharian anaknya. Awalnya semua berjalan lancar, banyak fans, banyak endorsement.Â
Tapi, lama kelamaan, anaknya mulai merasa nggak nyaman, merasa privasinya dilanggar. Anaknya jadi minder, susah bergaul sama temen-temennya di sekolah, karena merasa semua orang udah tau tentang dia dari internet. Â
Bahkan, yang lebih parah, ada kasus di mana foto anak yang sering diposting orang tuanya di media sosial, Â akhirnya disalahgunakan oleh orang tak bertanggung jawab untuk membuat akun palsu dan melakukan penipuan online. Â
Kasus-kasus kayak gini bukan fiksi, tapi beneran terjadi di dunia nyata.
Atau contoh lain, pernah dengar istilah digital kidnapping? Ini istilah buat kasus di mana foto anak yang diposting di media sosial diambil tanpa izin, terus diposting ulang di akun lain, seolah-olah anak itu adalah anak mereka sendiri.Â
Kedengarannya mungkin sepele, tapi ini bisa jadi trauma psikologis buat anak dan orang tua lho.Â
Bayangin, foto anak kita tiba-tiba ada di akun orang asing, dengan narasi yang nggak bener, Â pasti rasanya nggak enak banget kan?Â
Semua contoh ini nunjukkin, bahwa sharenting itu punya sisi gelap yang nggak boleh kita abaikan.
Strategi Sharenting Aman dan Bijak untuk Orang Tua Zaman Now
Kita tentu tidak mau jadi orang tua yang menyesal gara-gara sharenting?  Tapi  bukan berarti kita harus langsung delete semua akun media sosial terus hidup di gua. Bukan itu solusinya.Â
Solusinya adalah sharenting yang cerdas, sharenting yang bijak, sharenting yang mengutamakan keamanan dan privasi anak. Gimana caranya? Nih, kita kasih checklist biar gampang diinget.
Think Before You Post - Mantra Wajib Sebelum UploadÂ
Ini mantra paling ampuh. Â Setiap kali jari kita gatel pengen upload foto anak, stop dulu! Tarik napas dalam-dalam, terus tanya ke diri sendiri.
"Apa tujuan aku posting foto ini? Â Apa manfaatnya buat anakku? Â Apa risikonya? Â Kalau aku jadi anakku, Â aku bakal seneng nggak ya foto ini diposting di internet?". Â
Kalo jawabannya ragu-ragu, Â lebih baik tahan diri. Â Menurut psikolog anak, Dr. Â Michele Borba dalam bukunya UnSelfie: Why Empathetic Kids Succeed in Our All-About-Me World, mempertimbangkan perspektif anak sebelum bertindak adalah kunci parenting yang empatik, termasuk dalam sharenting.
Privacy is Priority - Prioritaskan Privasi di Atas PopularitasÂ
Privasi anak itu bukan barang murah yang bisa diobral. Â Ini hak mendasar yang wajib kita lindungi. Â
Common Sense Media, Â organisasi nirlaba yang fokus pada media dan teknologi untuk anak-anak, Â merekomendasikan untuk selalu mengatur akun media sosial ke mode private. Â
Batasi siapa saja yang bisa melihat postingan kita, Â hanya teman dan keluarga terdekat yang benar-benar kita percaya. Â
Jangan tergoda buat bikin akun public demi mengejar popularitas atau endorsement. Â
Ingat, Â keamanan anak jauh lebih berharga daripada sekadar like dan komentar.
Less is More - Â Jangan Lebay, Secukupnya SajaÂ
Nggak perlu setiap momen anak kita posting di media sosial. Â Nggak perlu setiap hari update status soal anak. Â
Penelitian dari Pew Research Center menunjukkan bahwa pengguna media sosial cenderung membagikan momen-momen positif dalam hidup mereka, Â yang bisa menciptakan ilusi kehidupan yang sempurna dan nggak realistis. Â
Dalam konteks sharenting, Â terlalu sering posting foto anak bisa bikin kita kelihatan over-sharing, bahkan terkesan narsis. Â
Pilih momen-momen spesial aja yang bener-bener pengen kita abadikan dan bagikan. Selebihnya, Â nikmati momen-momen itu secara offline, Â bersama keluarga tercinta.
Respect Their Future Self - Hormati Anak Kita yang Dewasa NantiÂ
Anak-anak kita akan tumbuh dewasa, Â dan jejak digital yang kita tinggalkan sekarang akan terus mengikuti mereka. Â
Menurut pakar etika digital, Luciano Floridi dalam bukunya The Fourth Revolution: How the Infosphere is Reshaping Human Reality, Â kita harus mempertimbangkan dampak jangka panjang dari tindakan kita di dunia digital, Â termasuk sharenting. Â
Pikirkan, kira-kira foto atau video yang kita posting sekarang, bakal bikin anak kita malu nggak ya nanti pas udah remaja atau dewasa? Â
Apakah postingan kita bisa mempengaruhi reputasi atau karir mereka di masa depan? Hormati privasi mereka, hormati masa depan mereka, dengan bijak dalam sharenting.
Talk to Your Kids (When They're Old Enough) - Â Libatkan Anak dalam Keputusan SharentingÂ
Seiring bertambahnya usia anak, libatkan mereka dalam diskusi soal sharenting. Â
Tanya pendapat mereka, apakah mereka nyaman foto atau videonya diposting di internet?Â
Ajarkan mereka soal privasi online dan risiko cyberbullying.Â
American Academy of Pediatrics merekomendasikan agar orang tua mulai mengajarkan literasi digital dan keamanan online kepada anak-anak sejak usia dini. Â
Dengan melibatkan anak, Â kita nggak cuma melindungi mereka, Â tapi juga memberdayakan mereka untuk jadi warga digital yang cerdas dan bertanggung jawab.
Kesimpulan
Sharenting memang dilema di era digital ini. Di satu sisi, kita pengen berbagi kebahagiaan, Â pengen eksis di media sosial. Â
Di sisi lain, Â kita juga harus melindungi anak-anak kita dari risiko dunia maya. Tapi, dengan sharenting yang cerdas dan bijak, Â kita bisa kok dapetin keduanya. Â
Kita tetap bisa berbagi momen indah keluarga, tanpa mengorbankan keamanan dan privasi anak. Â
Ingat, cinta orang tua itu bukan cuma soal berbagi kebahagiaan di media sosial, tapi juga soal melindungi anak dari segala bahaya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Â
***Â
Referensi:
- Common Sense Media. (n.d.). Parents' ultimate guide to Instagram. Retrieved from [https: Â //www. Â commonsensemedia. Â org/articles/parents-ultimate-guide-to-instagram]
- UNICEF. (2021). Keadaan anak-anak di dunia 2021. Retrieved from [https: Â //www. Â unicef. Â org/indonesia/id/laporan/keadaan-anak-anak-di-dunia-2021]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI