Dan yang lebih mengkhawatirkan,  laporan dari Europol pada tahun 2017 menunjukkan bahwa foto anak-anak yang dibagikan secara online berpotensi disalahgunakan untuk tujuan pedofilia dan eksploitasi anak.Â
Data-data ini bukan buat nakut-nakutin, tapi buat membuka mata kita, bahwa risiko sharenting itu nyata dan serius.
Kisah Nyata Dampak Negatif Sharenting
Selain data statistik, Â studi kasus juga bisa bikin kita lebih ngeh soal bahaya sharenting.Â
Misalnya, ada cerita tentang seorang ibu vlogger terkenal yang sering banget posting video keseharian anaknya. Awalnya semua berjalan lancar, banyak fans, banyak endorsement.Â
Tapi, lama kelamaan, anaknya mulai merasa nggak nyaman, merasa privasinya dilanggar. Anaknya jadi minder, susah bergaul sama temen-temennya di sekolah, karena merasa semua orang udah tau tentang dia dari internet. Â
Bahkan, yang lebih parah, ada kasus di mana foto anak yang sering diposting orang tuanya di media sosial, Â akhirnya disalahgunakan oleh orang tak bertanggung jawab untuk membuat akun palsu dan melakukan penipuan online. Â
Kasus-kasus kayak gini bukan fiksi, tapi beneran terjadi di dunia nyata.
Atau contoh lain, pernah dengar istilah digital kidnapping? Ini istilah buat kasus di mana foto anak yang diposting di media sosial diambil tanpa izin, terus diposting ulang di akun lain, seolah-olah anak itu adalah anak mereka sendiri.Â
Kedengarannya mungkin sepele, tapi ini bisa jadi trauma psikologis buat anak dan orang tua lho.Â
Bayangin, foto anak kita tiba-tiba ada di akun orang asing, dengan narasi yang nggak bener, Â pasti rasanya nggak enak banget kan?Â
Semua contoh ini nunjukkin, bahwa sharenting itu punya sisi gelap yang nggak boleh kita abaikan.