Meski pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon, target ini terhambat oleh kebijakan yang tidak konsisten dan kurangnya insentif bagi investor di sektor energi terbarukan.
Dalam survei yang sama, 52% responden menyebut buruknya tata kelola anggaran sebagai masalah utama. Sebanyak 39% lainnya mengeluhkan komunikasi kebijakan yang tidak jelas.Â
Kombinasi ini menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap efektivitas pemerintahan.
Reshuffle Kabinet: Solusi atau Risiko?
Reshuffle kabinet sering kali dianggap sebagai solusi cepat untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Celios merekomendasikan pergantian beberapa menteri ekonomi untuk membawa "tenaga segar" yang lebih kompeten.Â
Namun, reshuffle bukan tanpa risiko. Proses ini dapat menciptakan instabilitas politik jika tidak dikelola dengan baik.
Presiden Prabowo juga menghadapi dilema lain: mempertahankan loyalitas politik atau mengevaluasi kabinet secara objektif.Â
Dukungan Presiden Joko Widodo, yang menyebut kepuasan publik terhadap pemerintahan mencapai 80,9% (berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia), dapat menjadi faktor yang menghambat evaluasi kritis.
Kesimpulan
100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran adalah pelajaran tentang pentingnya keseimbangan antara ambisi dan realita. Program MBG, meskipun bermaksud baik, perlu dievaluasi agar tidak mengorbankan sektor lain.Â
Target pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan reformasi struktural, bukan hanya kebijakan populis.
Ke depan, keberanian untuk melakukan reshuffle kabinet dan prioritas pada kebijakan jangka panjang menjadi kunci keberhasilan.Â
Jika tidak, rapor merah akan terus menghantui pemerintahan ini. Kita hanya bisa berharap mereka memilih jalan yang benar untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.