Krisis transportasi yang berlarut-larut ini tidak hanya berdampak pada aspek fisik dan waktu, tetapi juga pada aspek sosial yang lebih luas.Â
Polusi udara adalah salah satu dampak terbesar yang dirasakan masyarakat.Â
Kendaraan bermotor yang terus meningkat jumlahnya, terutama kendaraan pribadi yang lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan, berkontribusi pada peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) dan partikel debu yang membahayakan kesehatan.Â
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa kualitas udara di Jakarta sudah mencapai tingkat yang sangat berbahaya, dengan konsentrasi polutan PM 2.5 yang sering melebihi batas aman.
Dampak polusi udara ini langsung berpengaruh pada kesehatan masyarakat, terutama bagi mereka yang rentan seperti anak-anak, orang tua, dan penderita penyakit pernapasan.Â
Menurut penelitian yang dipublikasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), paparan polusi udara yang tinggi dapat meningkatkan risiko terkena penyakit pernapasan kronis seperti asma, bronkitis, dan bahkan penyakit jantung.Â
Di Indonesia, kasus penyakit pernapasan meningkat tajam sejak beberapa tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya polusi di kota-kota besar.
Selain itu, kemacetan yang tiada habisnya juga berimbas pada kualitas hidup.Â
Masyarakat yang terjebak dalam kemacetan berkepanjangan akan merasa lelah, stres, dan kehilangan waktu berharga untuk keluarga atau pekerjaan.Â
Hal ini berpotensi memperburuk kualitas hubungan sosial, serta menyebabkan penurunan kesejahteraan mental dan emosional.Â
Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LDUI), disebutkan bahwa tingkat stres dan kecemasan penduduk perkotaan meningkat seiring dengan semakin parahnya kemacetan lalu lintas.