Keuntungan yang diperoleh dalam keuangan syariah bukan berasal dari bunga, melainkan dari bagi hasil yang adil antara pemilik modal dan pengelola dana.
Sebagai contoh, jika kita meminjam uang dari bank konvensional, kita harus membayar bunga atas uang yang dipinjam. Dengan kata lain, semakin lama kita terlambat dalam membayar, semakin besar pula bunga yang harus dibayar.Â
Ini bisa menyebabkan beban ekonomi yang semakin berat. Sebaliknya, dalam keuangan syariah, keuntungan berasal dari perjanjian bagi hasil yang disepakati di awal transaksi.Â
Tidak ada bunga yang dikenakan, yang berarti transaksi lebih transparan dan adil bagi kedua belah pihak.
Dalam hal ini, menurut Sharia Knowledge Centre, prinsip dasar keuangan syariah menuntut adanya transparansi dan kejelasan dalam setiap transaksi.Â
Hal ini bertujuan untuk menghindari praktek yang merugikan pihak-pihak tertentu, terutama mereka yang lebih rentan secara ekonomi.
Model Keuntungan dalam Keuangan Syariah: Mudharabah, Musyarakah, dan Murabahah
Keuntungan dalam keuangan syariah diperoleh melalui model-model yang lebih mengedepankan keadilan dan keterbukaan. Beberapa metode yang sering digunakan adalah mudharabah, musyarakah, dan murabahah.
Mudharabah adalah model bagi hasil antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib). Dalam model ini, keuntungan yang diperoleh dari usaha bersama akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sementara kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Musyarakah juga mirip, tetapi berbeda dalam hal pembagian risiko dan keuntungan. Dalam model musyarakah, kedua belah pihak berkontribusi modal dan berbagi hasil usaha sesuai dengan porsi masing-masing.
Sedangkan dalam murabahah, keuntungan diperoleh melalui margin keuntungan yang sudah disepakati di awal.Â
Misalnya, jika kita membeli barang dari bank dengan sistem murabahah, bank membeli barang terlebih dahulu dan kemudian menjualnya kepada kita dengan harga lebih tinggi, yang sudah mencakup keuntungan bank.