Sebagaimana dilaporkan oleh Kompas.com, kebakaran yang melanda Los Angeles dipicu oleh cuaca ekstrem yang sudah terjadi sejak Mei 2024.Â
Hal ini memperburuk situasi, karena angin kencang yang terjadi menyebabkan api menyebar dengan cepat.Â
Namun, inti masalahnya adalah perubahan iklim global yang mengakibatkan suhu meningkat dan kelembaban udara menurun, menciptakan kondisi yang sangat ideal bagi kebakaran hutan.
Selain itu, kerugian yang ditimbulkan sangat signifikan. Tidak hanya dari sisi materiil, tetapi juga korban jiwa dan dampak sosial yang ditimbulkan. Lebih dari 10.000 bangunan hancur, dan angka korban tewas mencapai 10 orang.Â
Ekonomi yang terdampak langsung oleh kebakaran ini sangat besar, dengan dampak yang dirasakan di sektor properti, pariwisata, dan berbagai sektor lainnya yang bergantung pada stabilitas iklim.Â
Hal ini mirip dengan dampak bencana alam yang terjadi di Indonesia, di mana kerugian yang ditimbulkan oleh banjir dan kebakaran hutan juga sangat besar.Â
Misalnya, kebakaran hutan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatra tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam tersebut.
Namun, kebakaran di Los Angeles ini juga membuka mata kita akan pentingnya tindakan preventif terhadap krisis iklim.Â
Jika kita terus mengabaikan emisi gas rumah kaca dan memperburuk kerusakan ekosistem, bencana alam serupa bisa terjadi lebih sering dan lebih parah.Â
Oleh karena itu, kita harus mulai memikirkan bagaimana cara mengurangi jejak karbon kita dan beradaptasi dengan perubahan iklim yang sudah terjadi.
Berdasarkan data dari CNBC Indonesia, kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kebakaran ini diperkirakan mencapai sekitar Rp 923 triliun, yang menunjukkan betapa besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kebakaran tersebut.Â