Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Gizi dan Rezeki, MBG dan Dilema Pedagang Kantin

11 Januari 2025   02:00 Diperbarui: 10 Januari 2025   14:37 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program makan bergizi gratis hadirkan dilema. Gizi siswa terjamin, nasib pedagang kantin diuji perubahan kebijakan.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru saja diterapkan pemerintah Indonesia memang membawa kabar gembira bagi siswa-siswa di sekolah. 

Menyediakan makanan bergizi gratis setiap hari bagi anak-anak sekolah jelas menjadi langkah yang mulia untuk memerangi masalah gizi buruk di Indonesia. 

Namun, di balik kebaikan kebijakan ini, ada cerita lain yang sering terlewatkan, yakni dampaknya terhadap pedagang kantin sekolah, khususnya mereka yang bergantung pada penjualan makanan berat seperti nasi. 

Saya merasa perlu untuk melihat secara lebih kritis kebijakan ini dan bagaimana kebijakan tersebut berinteraksi dengan realitas ekonomi rakyat kecil.

Antara Niat Baik dan Dampak Ekonomi

Ketika pertama kali mendengar tentang Program Makan Bergizi Gratis, tentu saya menyambutnya dengan positif. Siapa yang tidak senang dengan kebijakan yang menjamin anak-anak sekolah mendapatkan makanan bergizi tanpa harus mengeluarkan biaya? 

Dengan adanya program ini, anak-anak di seluruh Indonesia, terutama di daerah-daerah yang rawan gizi buruk, akhirnya dapat menikmati makanan sehat yang tidak hanya mendukung tumbuh kembang mereka, tetapi juga membantu mereka lebih fokus di sekolah.

Namun, seperti kebijakan besar lainnya, implementasi MBG juga menimbulkan dampak yang cukup besar, terutama bagi pedagang kantin. 

Pedagang yang sebelumnya mengandalkan penjualan nasi dan lauk-pauk berat harus berhadapan dengan kenyataan bahwa siswa kini mendapatkan makanan gratis dari pemerintah. 

Dari berita yang dilansir Jatim Times pada 7 Januari 2025, disebutkan bahwa omzet pedagang kantin dapat turun hingga 80% akibat program MBG. 

Angka ini jelas menggambarkan betapa besar dampak yang dirasakan oleh mereka yang bergantung pada kantin sekolah sebagai sumber pendapatan utama.

Seperti yang dilaporkan oleh Kompas.com pada 8 Januari 2025, meskipun program ini membawa kebahagiaan bagi siswa, kenyataannya tidak sedikit pedagang kantin yang mengeluhkan sepinya pembeli. 

Rini, seorang pedagang di SDN 15 Slipi, mengaku harus mengubah dagangan menjadi makanan ringan seperti cireng karena penghasilan dari nasi telah menurun drastis. 

Hal ini menjadi gambaran nyata bagaimana kebijakan yang bertujuan mulia untuk meningkatkan gizi anak-anak justru menantang ekonomi pedagang kecil yang sudah bertahun-tahun bergantung pada kantin sekolah.

Kebijakan yang Menghadirkan Dilema Ekonomi

Sudut pandang yang diambil dalam tulisan ini lebih berfokus pada dampak ekonomi yang dirasakan oleh pedagang kantin sekolah. Fokusnya bukan pada pro kontra kebijakan MBG itu sendiri, tetapi pada realitas yang dihadapi oleh pedagang kecil. 

Seringkali kebijakan publik, meskipun bertujuan baik, dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan bagi masyarakat kecil. 

Dalam hal ini, meskipun program MBG dapat meningkatkan gizi siswa, hal itu tidak serta merta memikirkan kesejahteraan pedagang kantin yang kehilangan pelanggan mereka.

Menarik untuk dicatat, bahwa meskipun pemerintah melalui Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, seperti yang dikutip RRI pada 7 Januari 2025, mengimbau pedagang untuk beradaptasi dengan menjual makanan sehat yang sesuai dengan tujuan MBG, kenyataannya tidak semua pedagang bisa dengan mudah beralih ke model usaha baru. 

Tidak semua pedagang memiliki modal untuk melakukan diversifikasi produk atau berinvestasi dalam usaha baru. Beberapa bahkan merasa bingung mencari alternatif pendapatan lain setelah penurunan omzet yang drastis.

Di sisi lain, pemerintah mungkin tidak sepenuhnya salah dalam meluncurkan kebijakan ini. Program MBG adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak, yang menjadi salah satu masalah utama di Indonesia. 

Namun, pemerintah juga perlu mengakui bahwa kebijakan ini telah menimbulkan tantangan tersendiri bagi pedagang kecil. 

Inilah dilema yang sering terjadi dalam kebijakan publik: keputusan yang baik untuk satu kelompok bisa berakibat buruk bagi kelompok lain.

Di Balik Kebijakan yang Baik, Ada Tantangan Ekonomi yang Tidak Bisa Diabaikan

Melihat situasi yang dihadapi oleh pedagang kantin, kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa mereka juga bagian dari ekosistem ekonomi yang lebih besar. 

Penurunan omzet yang mencapai 50% hingga 80% sebagaimana dilaporkan oleh Jatim Times, jelas merupakan beban berat bagi mereka yang bergantung pada pendapatan harian dari usaha kecil mereka. 

Pada dasarnya, pedagang kantin sekolah bukan hanya sekadar penjual makanan, tetapi juga bagian dari kehidupan sosial di sekolah yang sering kali dekat dengan siswa dan orangtua mereka. 

Mereka adalah bagian dari komunitas yang tak terpisahkan dari kehidupan sekolah itu sendiri.

Selain itu, adaptasi yang diharapkan oleh pemerintah bukanlah hal yang mudah dilakukan. 

Dalam artikel Kompas.com, disebutkan bahwa beberapa pedagang sudah mencoba untuk beralih menjual makanan ringan, seperti cireng atau snack kemasan. 

Meskipun demikian, keuntungan dari penjualan makanan ringan ini jelas tidak sebanding dengan penjualan makanan berat yang sebelumnya mereka jual, terutama nasi dengan lauk yang lebih mengenyangkan. 

Hal ini menambah beban bagi mereka, yang kini harus menghadapi persaingan dengan pedagang lain yang juga mengubah model usaha mereka.

Penting untuk disadari bahwa kebijakan MBG, meskipun bertujuan mulia, juga menciptakan ketidakpastian yang cukup besar di kalangan pedagang. 

Ini menunjukkan bahwa dalam merancang kebijakan publik, pemerintah harus lebih sensitif terhadap dampak ekonomi yang ditimbulkan, terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan. 

Solusi inklusif yang melibatkan pedagang dalam program ini, misalnya dengan melibatkan mereka sebagai pemasok bahan baku atau memperkenalkan mereka ke pasar yang lebih luas, dapat menjadi langkah yang lebih bijaksana.

Peran Pemerintah dalam Menyokong Pedagang

Saya merasa pemerintah seharusnya memberikan dukungan lebih lanjut bagi mereka yang terdampak program ini. 

Seperti yang disarankan oleh Hasan Nasbi, diversifikasi produk dan beradaptasi dengan makanan sehat adalah salah satu solusi. 

Namun, ini tidak cukup jika tidak ada pelatihan atau dukungan modal yang disediakan untuk memfasilitasi perubahan tersebut. 

Pemerintah bisa bekerja sama dengan lembaga keuangan untuk memberikan kredit mikro atau pelatihan kewirausahaan bagi pedagang kantin yang ingin beralih menjual makanan sehat.

Selain itu, melibatkan pedagang dalam rantai pasokan program MBG juga bisa menjadi alternatif solusi. 

Misalnya, pedagang kantin dapat menjadi pemasok bahan makanan sehat yang digunakan dalam program tersebut, atau bekerja sama dengan pemerintah untuk menyediakan makanan sehat dengan harga yang terjangkau.

Kesimpulan

Program Makan Bergizi Gratis mungkin adalah langkah positif untuk meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, namun dampaknya terhadap pedagang kantin tidak bisa diabaikan begitu saja. 

Dalam merancang kebijakan, penting bagi pemerintah untuk tidak hanya mempertimbangkan manfaat jangka panjang bagi penerima program, tetapi juga memikirkan keberlanjutan ekonomi bagi mereka yang menjadi bagian dari ekosistem ini. 

Pemerintah harus lebih bijak dan inklusif, dengan menyediakan solusi yang dapat membantu pedagang kecil beradaptasi tanpa harus mengorbankan mata pencaharian mereka. 

Karena pada akhirnya, kebijakan yang baik adalah kebijakan yang bisa menciptakan kesejahteraan bagi semua pihak.

*** 

Referensi:

  • Jatim Times. (2025, 7 Januari). Program Makan Bergizi Gratis Sebabkan Kantin Sekolah Merugi, Omzet Turun hingga 80 Persen. [https: //www. jatimtimes. com/baca/328986/20250107/083000/program-makan-bergizi-gratis-sebabkan-kantin-sekolah-merugi-omzet-turun-hingga-80-persen]
  • Kompas.com. (2025, 8 Januari). -Realita Makan Bergizi Gratis--Siswa Bahagia, Pedagang Kantin Sepi. [https: //www. kompas. com/jawa-timur/read/2025/01/08/180800488/-realita-makan-bergizi-gratis--siswa-bahagia-pedagang-kantin-sepi]
  • RRI. (2025, 8 Januari). Pedagang Kantin Sekolah Khawatir Omzet Berkurang Imbas MBG. [https: //www. rri. co. id/makan-bergizi-gratis/1243692/pedagang-kantin-sekolah-khawatir-omzet-berkurang-imbas-mbg]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun