Goleman tak hanya bicara teori, ia menawarkan langkah-langkah aplikatif, seperti bagaimana mengenali emosi pada saat tertentu dan bagaimana meresponsnya tanpa meledak-ledak.
Mengapa Edukasi untuk Hidup yang Lebih Baik?
Tulisan ini mengambil sudut pandang edukatif dan inspiratif. Tujuannya sederhana, untuk menyadarkan pembaca bahwa buku non-fiksi psikologi tidak hanya untuk akademisi atau profesional, tetapi untuk semua orang yang ingin memahami diri dengan lebih baik.
Mengapa sudut pandang ini relevan? Indonesia adalah negara yang kaya budaya, tetapi sering kali dibangun di atas norma-norma sosial yang "mengatur" bagaimana seseorang harus berperilaku.Â
Banyak dari kita tumbuh dengan anggapan bahwa emosi negatif harus ditekan, atau bahwa berbicara jujur soal perasaan adalah tanda kelemahan.Â
Buku psikologi mendobrak semua itu dengan cara yang sistematis, logis, dan empatik.
Misalnya, konsep mindfulness (kesadaran penuh terhadap momen saat ini) yang sering dibahas di banyak buku, termasuk The Miracle of Mindfulness karya Thich Nhat Hanh, menawarkan alternatif dari gaya hidup yang terlalu cepat dan impulsif.Â
Dalam praktiknya, mindfulness bahkan cuma meminta kita untuk berhenti sejenak, mengambil napas, dan benar-benar hadir.Â
Hal sederhana ini punya dampak besar, terutama ketika diterapkan di lingkungan kerja atau keluarga kita.
Dengan pendekatan edukatif ini, Anda tidak diarahkan ke teori yang terlalu teknis, tetapi pada tindakan nyata yang bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari.Â
Bahkan, langkah-langkah kecil seperti jurnal harian untuk mencatat emosi atau melatih rasa syukur (yang biasa disarankan di buku seperti Atomic Habits karya James Clear) dapat membuat kita lebih paham tentang pola emosi kita sendiri.
Mengapa Buku-Buku Ini Diperlukan di Indonesia?
Seperti yang dijelaskan dalam riset yang diterbitkan oleh Ruth Baer di Journal of Consulting and Clinical Psychology (2003), mindfulness training terbukti efektif dalam mengurangi gejala kecemasan dan depresi.Â