Administrasi publik berperan penting dalam mediasi konflik, mencegah ketegangan, dan menjaga keadilan sosial.Â
Sama seperti alat pemadam kebakaran yang ada di setiap rumah, kita sering kali tidak menyadari betapa pentingnya peran administrasi publik dalam menyelesaikan konflik hingga kita benar-benar membutuhkan solusi untuk masalah tersebut.Â
Baik itu konflik pribadi, sosial, maupun yang terjadi dalam lingkup negara, administrasi publik memiliki peran yang sangat vital dalam pencegahan dan penyelesaian masalah ini.Â
Lalu, bagaimana administrasi publik bisa bertindak sebagai mediator yang efektif dalam situasi konflik? Dan apa relevansi konsep ini dalam konteks Indonesia yang multikultural?
Mediasi Konflik dalam Administrasi Publik: Apa yang Perlu Diketahui?
Administrasi publik sering kali dipandang sebagai lembaga yang hanya berurusan dengan pengelolaan kebijakan dan aturan.Â
Namun, sesungguhnya, administrasi publik juga memainkan peran yang sangat penting dalam menangani konflik, baik itu yang muncul dalam keluarga, antar kelompok, atau bahkan dalam konflik yang melibatkan pemerintah dan masyarakat.Â
Mediasi dalam penyelesaian konflik adalah salah satu aspek yang perlu diberi perhatian lebih, karena bisa menjadi cara yang efektif untuk menghindari permasalahan yang lebih besar.
Salah satu contoh terbaik dari penerapan mediasi dalam administrasi publik dapat ditemukan di Pengadilan Negeri Makassar.Â
Berdasarkan data dari PN Makassar, di sana, mediasi dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga yang netral untuk memfasilitasi penyelesaian konflik antara pihak yang bersengketa.Â
Tidak hanya itu, kebijakan mediasi ini juga didukung oleh Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016, yang menekankan pentingnya iktikad baik dalam menyelesaikan sengketa.
Mengapa mediasi ini penting? Tanpa mediasi yang efektif, proses hukum bisa berlarut-larut dan penuh ketegangan, yang sering kali merugikan kedua belah pihak yang terlibat.Â
Dengan adanya mediasi, penyelesaian yang lebih damai dan harmonis bisa tercapai, menghindarkan pihak-pihak yang terlibat dari potensi eskalasi konflik yang lebih besar.
Peran Pihak Ketiga dalam Menyelesaikan Sengketa: Kasus Makassar
Sering kali, konflik bisa memburuk hanya karena tidak ada pihak ketiga yang dapat menengahi atau menyarankan jalan tengah.Â
Salah satu contoh implementasi mediasi yang berhasil adalah ketika pihak ketiga yang netral memfasilitasi penyelesaian sengketa yang terjadi di antara dua pihak yang berseteru.Â
Dengan peran mediator yang tidak berpihak, proses penyelesaian menjadi lebih terbuka, dengan tujuan utama yakni mencapai kesepakatan damai yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Menurut PN Makassar, mediasi ini mengacu pada Perma No. 1 Tahun 2016, yang memperkuat pentingnya itikad baik dalam penyelesaian sengketa.Â
Artinya, bukan hanya soal menang atau kalah dalam permasalahan, tetapi lebih kepada mencari solusi yang dapat diterima bersama, yang pada akhirnya menjaga hubungan antar pihak yang terlibat.
Dengan mediasi, sengketa yang berlangsung lama bisa segera diselesaikan dengan cara yang lebih efisien, tanpa perlu melalui proses pengadilan yang panjang dan penuh biaya.Â
Ini tentu sangat relevan dengan konteks Indonesia yang masih memiliki banyak permasalahan hukum yang melibatkan warga negara, baik dalam lingkup perdata maupun pidana.
Mengelola Konflik Sosial dalam Masyarakat Multikultural
Konflik sosial adalah fenomena yang tak bisa dihindari dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya.Â
Di Indonesia, sebagai negara yang memiliki keragaman budaya dan etnis yang sangat tinggi, konflik sosial sering kali menjadi tantangan besar bagi administrasi publik.Â
Diskriminasi, ketidakadilan, dan ketimpangan akses terhadap sumber daya sering kali menjadi pemicu konflik ini.
Menurut BPMPP UMA, pendekatan yang tepat dalam mengelola konflik sosial adalah dengan mengadopsi kebijakan inklusif yang memberikan perlindungan hukum terhadap diskriminasi dan memastikan akses yang adil terhadap layanan publik.Â
Dalam konteks ini, administrasi publik tidak hanya berperan dalam menyediakan kebijakan, tetapi juga dalam menjamin bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, mendapat hak yang sama dalam mendapatkan akses terhadap berbagai layanan dasar.
Sebagai contoh, kebijakan yang melindungi hak minoritas, serta program-program yang mendidik masyarakat tentang pentingnya toleransi antar kelompok, sangat diperlukan.Â
Dengan adanya kebijakan yang lebih inklusif, diharapkan kesetaraan dan keadilan dapat tercapai, yang pada gilirannya dapat mengurangi potensi terjadinya konflik sosial yang lebih besar.Â
Pendidikan yang mengajarkan pemahaman, toleransi, dan dialog antar kelompok yang berbeda juga sangat berperan dalam mencegah konflik sosial.
Konflik Kepentingan dalam Administrasi Publik: Tantangan yang Tidak Bisa Diabaikan
Meskipun administrasi publik dapat berperan dalam penyelesaian konflik, ada satu masalah yang tidak boleh dianggap remeh, yaitu konflik kepentingan.Â
Konflik kepentingan ini bisa terjadi ketika seorang pejabat publik atau pengambil kebijakan memiliki kepentingan pribadi yang bertentangan dengan tugas dan tanggung jawab mereka.Â
Dalam konteks administrasi publik, hal ini dapat menyebabkan penyimpangan kewenangan, bahkan korupsi, yang merugikan masyarakat.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel dari Detik, ketika seorang pejabat publik terlibat dalam keputusan yang menguntungkan dirinya sendiri atau kelompok tertentu, hal itu bisa merusak kepercayaan publik terhadap administrasi negara.Â
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memiliki mekanisme yang tegas untuk menangani masalah ini, termasuk sanksi yang jelas dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan.
Dengan adanya mekanisme akuntabilitas yang kuat, serta pengawasan yang ketat terhadap pejabat publik, kita bisa berharap bahwa setiap kebijakan yang diambil dapat lebih dipertanggungjawabkan.Â
Dalam hal ini, administrasi publik tidak hanya berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik, tetapi juga sebagai penjaga integritas dan kepercayaan masyarakat.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, administrasi publik memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian konflik, baik yang sudah terjadi maupun yang berpotensi muncul di masa depan.Â
Dengan memfasilitasi mediasi melalui pihak ketiga yang netral, seperti yang dilakukan di Pengadilan Negeri Makassar, administrasi publik bisa membantu menyelesaikan sengketa dengan cara yang lebih damai dan efisien.Â
Mediasi ini tentu didukung oleh kebijakan yang jelas, seperti Perma No. 1 Tahun 2016, yang menekankan pentingnya iktikad baik dalam proses penyelesaian sengketa.
Di sisi lain, tantangan dalam mengelola konflik sosial di masyarakat multikultural dan menangani konflik kepentingan dalam administrasi publik harus dihadapi dengan kebijakan inklusif dan mekanisme akuntabilitas yang tegas.Â
Dengan pendekatan yang tepat, administrasi publik tidak hanya bisa menjadi mediator yang efektif, tetapi juga bisa mencegah munculnya konflik yang lebih besar di masa depan.
***
Referensi:
- PN Makassar. (n.d.). Mediasi di pengadilan. Pengadilan Negeri Makassar. Diakses pada 3 Januari 2025, dari https: //pn-makassar. go.id/website/index.php/layanan-hukum/prosedur-berperkara/864-mediasi-di-pengadilan
- BPMPP UMA. (2024, 6 Juli). Konflik sosial dalam masyarakat multikultural. Badan Pengembangan Masyarakat dan Pemberdayaan Perguruan Tinggi Universitas Medan Area. Diakses pada 3 Januari 2025, dari https: //bpmpp.uma.ac.id/2024/07/06/konflik-sosial-dalam-masyarakat-multikultural/
- Detik. (2019, 16 Desember). Konflik kepentingan, korupsi, dan integritas pelayanan publik. Detik News. Diakses pada 3 Januari 2025, dari https: //news.detik.com/kolom/d-4992707/konflik-kepentingan-korupsi-dan-integritas-pelayanan-publik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H