Sektor ini sangat bergantung pada tenaga kerja migran, mengingat kekurangan pekerja lokal.Â
Dalam konteks ini, remittance yang dikirimkan oleh pekerja migran tidak hanya membantu keluarga mereka, tetapi juga menjadi salah satu sumber penghidupan yang sangat krusial bagi perekonomian NTB.Â
Namun, ketergantungan yang besar terhadap remittance ini membuat daerah tersebut rentan terhadap fluktuasi keadaan di luar negeri.Â
Apabila ada kendala atau perubahan dalam pasar kerja internasional, maka kondisi ekonomi daerah ini bisa langsung terdampak.
Namun, ada ironi besar dalam cerita ini. Sementara para pekerja migran Lombok bekerja keras di negeri orang, mereka sering kali harus menghadapi kondisi yang sangat tidak manusiawi.Â
Ini adalah masalah yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Eksploitasi Pekerja Migran di Sektor Perkebunan Sawit Malaysia
Pekerja migran asal Indonesia, termasuk yang berasal dari Lombok, sering kali bekerja di sektor kelapa sawit Malaysia dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.Â
Banyak di antara mereka yang tidak memiliki dokumen resmi, yang berarti mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum. Tanpa dokumen yang sah, pekerja migran ini sangat rentan terhadap eksploitasi dan risiko kerja paksa.
Sebagaimana dicatat dalam Kompas dan BuruhMigran.or.id, banyak pekerja migran yang terjebak dalam kondisi yang memperburuk kualitas hidup mereka.Â
Mereka dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat keras, dengan jam kerja yang panjang dan upah yang sering kali tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka tanggung.Â
Dalam banyak kasus, pekerja migran ini sering kali tidak memiliki akses ke layanan kesehatan atau fasilitas sosial yang memadai.Â