Di Singapura, pengelolaan ASN lebih mengutamakan kolaborasi, peningkatan kompetensi, dan umpan balik yang konstruktif.Â
Sebaliknya, Indonesia masih terjebak pada sistem hierarki yang kaku, yang hanya mengutamakan penilaian dari atasan langsung tanpa mempertimbangkan kontribusi dari rekan kerja atau bawahan.
Namun, meskipun Indonesia menghadapi tantangan besar, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki situasi ini.Â
Salah satunya adalah dengan memodernisasi sistem penilaian ASN yang lebih mengutamakan aspek kolaborasi dan pengembangan diri, serta mengadopsi prinsip kepemimpinan pragmatis yang berfokus pada hasil nyata.Â
Menurut DJKN Kemenkeu, pendekatan berbasis kompetensi teknis dan manajerial yang diterapkan di Singapura juga bisa diadaptasi untuk meningkatkan kualitas ASN di Indonesia.
Kesimpulan
Pelajaran terbesar yang bisa dipetik dari keberhasilan Singapura adalah pentingnya kepemimpinan yang fleksibel dan mampu beradaptasi dengan situasi dan kebutuhan yang ada.Â
Lee Kuan Yew, dengan segala visi dan kebijakannya, telah membuktikan bahwa birokrasi yang efisien tidak hanya dibangun dengan struktur organisasi yang baik, tetapi juga dengan komitmen terhadap pengembangan sumber daya manusia secara berkelanjutan.Â
Oleh karena itu, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang lebih kolaboratif, berbasis umpan balik, dan berfokus pada pengembangan kompetensi ASN secara menyeluruh.
Tentunya, proses ini tidak bisa terjadi dalam semalam.Â
Dibutuhkan komitmen dari pemerintah, para pemimpin, serta semua pihak terkait untuk mulai mengubah paradigma dalam pengelolaan ASN.Â
Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat bergerak menuju birokrasi yang lebih profesional dan mampu memberikan pelayanan publik yang lebih baik bagi masyarakat.