Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Malioboro Mengubah Wajah Tanpa Peduli PKL

11 Desember 2024   11:00 Diperbarui: 11 Desember 2024   00:39 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malioboro adalah jantung kota Yogyakarta. Kawasan yang selalu ramai oleh lalu-lalang pengunjung dan aktivitas sosial ini telah menjadi simbol dari apa yang sering disebut sebagai "Jogja Istimewa". 

Bagi banyak orang, berkunjung ke Malioboro adalah ritual yang tak terpisahkan dari pengalaman mereka di kota ini. 

Namun belakangan, Malioboro yang kita kenal berubah drastis, bukan hanya dari segi visual, tetapi juga dari segi sosial dan ekonomi. 

Salah satu perubahan yang paling mencolok adalah penggusuran pedagang kaki lima (PKL) yang sudah menjadi bagian dari keseharian kawasan ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, penataan kawasan Malioboro dilakukan dengan alasan untuk memperindah dan meningkatkan daya tarik pariwisata. 

Proses ini tampaknya lebih berfokus pada aspek estetika dan citra wisata, dengan pengabaian terhadap kesejahteraan masyarakat lokal, terutama PKL yang sudah lama menggantungkan hidup di sana. 

Dalam artikel ini, saya ingin mengungkapkan bagaimana penataan ini, meski dimaksudkan untuk kemajuan, malah menimbulkan ketidakadilan dan kesulitan bagi mereka yang selama ini menjadi bagian dari "istimewa"-nya Jogja.

Malioboro yang Menggambarkan Kehidupan Sosial dan Ekonomi Lokal

Malioboro bukan sekadar tempat wisata. Kawasan Malioboro adalah sebuah ekosistem yang dinamis, tempat di mana warga lokal, baik pedagang, pengunjung, maupun wisatawan, berinteraksi setiap hari. 

PKL yang telah lama ada di kawasan ini, adalah bagian integral dari kehidupan Malioboro. 

Mereka bukan hanya menjual barang dagangan, tetapi juga menciptakan suasana, menghidupkan jalanan dengan aktivitas seni, budaya, dan interaksi sosial. 

Sejak dulu, mereka telah menjadi ikon yang turut memberikan warna dan karakter bagi Malioboro.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun