Misalnya, di Indramayu dan Tasikmalaya, pernikahan dini kerap dianggap sebagai cara untuk melindungi anak-anak perempuan dari pergaulan bebas atau bahkan sebagai solusi untuk kehamilan di luar nikah.Â
Fenomena yang sering kali disebut dengan istilah "kawin lari", juga mengindikasikan bahwa pernikahan dilakukan lebih untuk menutupi stigma sosial daripada alasan cinta atau kesiapan membangun rumah tangga.
Dampak Sosial dan Ekonomi Perkawinan Anak
Pernikahan anak membawa dampak yang jauh lebih besar dari yang dibayangkan.Â
Menurut data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), pernikahan anak di Indonesia berpotensi meningkatkan angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KemenPPPA, 2023).Â
Jika kita melihat lebih jauh, dampak jangka panjangnya pun sangat mengkhawatirkan.
Pernikahan dini tidak hanya mempengaruhi pasangan yang terlibat, tetapi juga membawa dampak besar bagi anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tersebut.Â
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Djamilah dan Reni Kartikawati, yang diterbitkan dalam Jurnal Studi Pemuda UGM, anak-anak yang lahir dari pernikahan dini lebih rentan terhadap masalah kesehatan, seperti kekurangan gizi, yang akan mempengaruhi kualitas hidup mereka di masa depan (Jurnal Universitas Gadjah Mada, 2023).Â
Selain itu, pasangan muda yang menikah pada usia dini sering kali tidak siap secara psikologis maupun emosional untuk menghadapi tantangan rumah tangga.Â
Akibatnya, banyak yang mengalami perceraian dalam waktu singkat, menciptakan ketidakstabilan keluarga yang akan berimbas pada anak-anak mereka.
Lebih jauh, pernikahan anak juga meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga.Â
Keputusan untuk menikah pada usia muda, yang sering kali dilakukan karena terpaksa atau tekanan sosial, membuka celah besar bagi terjadinya ketidaksetaraan gender dan kekerasan.Â