Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Talenta Unggul Indonesia Mencari Peluang di Singapura

3 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 6 Desember 2024   11:42 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena brain drain kini semakin mengkhawatirkan bagi Indonesia, terutama ketika talenta unggul memilih bersekolah dan bekerja di Singapura. 

Negara tetangga ini menawarkan beasiswa dan peluang karier yang lebih menjanjikan, menciptakan dilema bagi Indonesia. 

Bagaimana Indonesia bisa menghadapi tantangan ini dan mencegah hilangnya talenta terbaik yang seharusnya dapat berkontribusi di tanah air?

Fenomena Brain Drain dan Singapura

Ilustrasi perpindahan talent unggul Indonesia ke luar negeri (Gambar diolah dengan Dall-E) 
Ilustrasi perpindahan talent unggul Indonesia ke luar negeri (Gambar diolah dengan Dall-E) 
Jika Anda mengikuti berita tentang pendidikan dan karier di Indonesia, fenomena anak muda berbakat yang memilih Singapura sebagai tujuan belajar dan bekerja mungkin bukan hal baru. 

Setiap tahun, semakin banyak talenta unggul, khususnya alumni Olimpiade Sains Indonesia, tergoda tawaran beasiswa Singapura. 

Seperti yang dilaporkan Kompas (2024), beasiswa ini kerap disertai kewajiban bekerja di sana setelah lulus. 

Singapura, yang dikenal dengan sistem meritokrasinya, menawarkan lingkungan yang menghargai prestasi dan kemampuan, membuat talenta Indonesia merasa lebih dihargai.

Namun, di balik sistem pendidikan canggih dan peluang karier terbuka ini, ada persoalan besar yang menghadang Indonesia. 

Fenomena brain drain, atau perpindahan sumber daya manusia unggul ke luar negeri, semakin menggerogoti potensi bangsa. 

Techinasia (2024) melaporkan, 81% tenaga kerja di bidang teknologi dan digitalisasi di Indonesia, seperti data science dan AI, mengaku tertarik bekerja di luar negeri. 

Jika tren ini terus berlanjut, bagaimana nasib talenta muda yang unggul dalam sains dan matematika di masa depan?

Mengapa Singapura Memikat?

Singapura, sebagai negara tetangga, menawarkan banyak daya tarik, terutama sistem meritokrasi yang mendukung talenta berbasis prestasi. 

Di sana, kemampuan dan hasil kerja keras lebih dihargai daripada latar belakang sosial atau politik seseorang. 

Tawaran beasiswa dengan kewajiban bekerja di Singapura pun menjadi daya tarik kuat bagi mereka yang ingin mengembangkan karier dan mendapatkan pengakuan atas prestasi mereka.

Namun, Indonesia menghadapi tantangan yang lebih kompleks. 

Selain infrastruktur pendidikan yang belum merata, peluang berkarier di sektor-sektor strategis seperti teknologi dan riset masih terbatas. 

Fenomena ini menjadi masalah serius jika Indonesia ingin mencegah brain drain lebih lanjut. 

Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam wawancara dengan Kompas (2024), mengingatkan bahwa mobilitas talenta berlebihan dalam bidang riset dan inovasi justru dapat merugikan Indonesia.

Mengapa Ini Menjadi Tantangan?

Dampak dari brain drain sangat signifikan bagi Indonesia. 

Ketika ilmuwan, peneliti, dan profesional muda berbakat memilih meninggalkan tanah air, Indonesia kehilangan lebih dari sekadar individu cerdas. Kita kehilangan potensi besar untuk menciptakan inovasi domestik. 

Kondisi ini mengancam daya saing Indonesia dalam persaingan global, terutama di bidang teknologi dan pengetahuan. 

Techinasia pada tahun 2024 melaporkan bahwa banyak talenta muda Indonesia di sektor digital lebih memilih bekerja di luar negeri, tempat mereka merasa lebih dihargai dan memiliki peluang lebih besar untuk berkembang.

Meskipun keputusan untuk meninggalkan Indonesia tidak mudah, terutama bagi mereka yang memiliki keterikatan budaya yang kuat, tawaran dari Singapura sering kali menjadi pilihan yang lebih menjanjikan. 

Fenomena ini menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia untuk segera menciptakan ekosistem yang mendukung pengembangan karier talenta unggul agar tetap berkontribusi di dalam negeri.

Kebutuhan untuk Membangun Ekosistem Inovasi Domestik

Menghadapi tantangan brain drain, pemerintah Indonesia perlu merenungkan bagaimana menciptakan sistem yang tidak hanya menarik talenta, tetapi juga mampu mempertahankannya. 

Bagaimana caranya agar mereka yang memiliki potensi besar bisa terus berkarier dan berinovasi di tanah air?

Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah dengan memperkuat ekosistem inovasi domestik, termasuk penyediaan fasilitas riset, program pengembangan karier yang jelas, serta insentif bagi mereka yang berkontribusi dalam dunia pendidikan dan teknologi. 

Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar, namun belum dapat memanfaatkannya secara optimal. 

Dibandingkan dengan Singapura yang lebih maju dalam hal ini, Indonesia masih perlu banyak belajar dan berbenah.

Penting untuk menciptakan perubahan dalam kebijakan pendidikan dan ekonomi berbasis pengetahuan, yang akan menjadi kunci untuk menahan arus keluar talenta cerdas ini. 

Indonesia harus menghadirkan peluang yang menarik, baik dari sisi dukungan finansial, fasilitas riset, maupun pengakuan terhadap prestasi mereka.

Pemerintah Indonesia perlu memandang isu ini secara strategis. 

Tidak cukup hanya bersaing dalam membangun infrastruktur fisik, Indonesia juga harus menciptakan sistem yang menghargai dan mendukung potensi terbaik warganya. 

Dengan menghargai prestasi, memberikan peluang karier yang layak, dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk inovasi, Indonesia bisa menjaga talenta terbaiknya agar tetap berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Kesimpulan

Meskipun Singapura menawarkan peluang yang menggiurkan, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengubah arah. 

Tantangan brain drain harus dihadapi dengan kebijakan yang mendukung keberlanjutan karier talenta muda, serta menciptakan ekosistem yang tak hanya menarik tetapi juga mampu mempertahankan mereka. 

Kini saatnya bagi Indonesia untuk membangun lingkungan yang mendorong inovasi dan mengakui kontribusi talenta terbaiknya, demi kemajuan bangsa di masa depan.

***

Referensi:

  • Techinasia. (2024, Juni 21). Rangkuman Kabar Startup Teknologi. Diakses dari https: //id. techinasia. com/rangkuman-kabar-startup-teknologi-21-juni-2024
  • Kompas. (2024). Penyediaan sistem pendukung dan perbaikan remunerasi jadi cara atasi brain drain pada peneliti. Diakses dari https: //www. kompas. id/artikel/penyediaan-sistem-pendukung-dan-perbaikan-remunerasi-jadi-cara-atasi-brain-drain-pada-peneliti
  • Jurnal Kajian. (2024). Penyediaan sistem pendukung dan perbaikan remunerasi jadi cara atasi brain drain pada peneliti. Diakses dari https: //jurnal. dpr. go.id/index.php/kajian/article/view/365
  • Scott, A. (1970). The Brain Drain: A Human Capital Approach Justified? Dalam W. L. Hansen (Ed.), Education, Income, and Human Capital (hal. 241-294). Universiti of British Columbia. Diakses dari https: //jurnal. dpr. go.id/index.php/kajian/article/view/365

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun