Pada Desember 2024, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengusulkan pencabutan subsidi BBM bagi pengemudi ojek online.Â
Usulan ini dipicu oleh keterbatasan anggaran negara dan upaya menyalurkan subsidi yang lebih tepat sasaran.Â
Namun kebijakan ini menimbulkan pertanyaan, apakah pencabutan subsidi akan menguntungkan pengemudi atau justru menambah beban mereka?Â
Para pengemudi ojek online khawatir kebijakan ini akan semakin memperburuk kesejahteraan mereka yang bergantung pada penghasilan harian.Â
Di sisi lain, timbul pertanyaan apakah subsidi BBM yang ada selama ini benar-benar efektif meningkatkan pendapatan mereka?
Subsidi BBM yang Tak Efektif?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, meski subsidi BBM telah diterapkan sejak awal tahun, pendapatan pengemudi ojek online hanya meningkat 2%.Â
Angka ini jauh dari target pemerintah yang mengharapkan kenaikan sebesar 10%.Â
Mengapa subsidi ini tidak efektif?Â
Karena meskipun membantu mengurangi biaya bahan bakar, subsidi BBM tidak mencakup beban pengeluaran lainnya, seperti perawatan sepeda motor, makan, dan biaya operasional lain yang jauh lebih besar.
Dari sudut pandang ekonomi, subsidi BBM hanya memberi keuntungan sementara tanpa menyelesaikan masalah utama pengemudi, yaitu pendapatan yang rendah dan ketidakpastian finansial.Â
Melansir artikel penelitian Gobel R.K., dkk. dalam Jurnal Sustainability terbitan Universitas Indonesia, di negara lain seperti India, kebijakan subsidi BBM untuk pengemudi taksi online juga tidak berhasil mengurangi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan secara signifikan.Â