Artikel dari Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi mengatakan bahwa pendapatan petani lokal meningkat sebesar 30% sejak dimulainya program MIFEE.
Tantangan yang Menghadang
Namun, risiko deforestasi dan dampak terhadap masyarakat lokal menjadi perhatian serius.Â
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan kerusakan hutan di Papua mencapai 1,2 juta hektar. Ini adalah tantangan utama yang tidak bisa diabaikan.
Dikutip dari laman Econusa, menurut Siti Masriyah Ambara, Manajer Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan Ketahanan Komunitas EcoNusa, "Tumbuhan-tumbuhan bernilai ekonomis yang ada di Tanah Papua dapat menjadi komoditas unggulan penggerak ekonomi kampung. Kalau komoditas ini bisa dikelola dengan baik dan bagus, masyarakat di kampung dapat sejahtera".
Melansir dari Media Neliti, Arie Januar dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua menyatakan, "Perkembangan industrialisasi yang terjadi di Bintuni telah menyebabkan perubahan pada aspek kehidupan orang asli, baik itu sosial, budaya, maupun ekonomi. Untuk menghadapi perubahan ini, mereka harus membuat strategi agar tetap eksis dalam melangkahi pembangunan"
Belajar dari Brazil dan Malaysia
Pendekatan untuk mengembangkan pertanian di Papua harus dilakukan dengan sangat hati-hati.Â
Pengalaman dari negara lain seperti Brasil dan Malaysia memberikan pelajaran penting tentang dampak negatif pembukaan lahan baru tanpa pengelolaan yang baik.Â
Deforestasi dan konflik sosial dengan masyarakat lokal sering kali menjadi masalah utama.
Brasil, menurut situs DW, menerima kritik internasional akibat kerusakan masif hutan Amazon akibat ekspansi pertanian.Â
Misalnya, selama pemerintahan Presiden Jair Bolsonaro, deforestasi di Amazon mencapai level tertinggi dalam 15 tahun.Â
Meskipun ada upaya untuk mengurangi deforestasi, seperti komitmen Presiden Luiz Incio Lula da Silva untuk mencapai "nol deforestasi" pada tahun 2030, tantangan besar masih ada.Â