Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Solusi dan Tantangan Pemborosan Pangan di Indonesia

2 Desember 2024   06:00 Diperbarui: 2 Desember 2024   10:23 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi food waste (Kompas Klasika/Arief Kristiono) 

Pemborosan makanan di Indonesia adalah masalah besar, terutama jika mengingat bahwa negara kita itu kaya sumber daya alam. 

Menurut data Bappenas, sampah makanan diperkirakan mencapai 112 juta ton pada 2024, setara dengan 344 kg per orang per tahun.

Angka ini mengejutkan, karena di saat yang sama banyak keluarga masih kesulitan mendapatkan makan. 

Pemborosan pangan ini tak hanya soal limbah, tapi juga bukti nyata ketimpangan sosial dan ekonomi.

Ironi di Tengah Kekayaan Alam

Indonesia, sebagai negara agraris, seharusnya tidak kekurangan pangan. Tapi mengapa dengan kekayaan hasil pertanian dan perikanan kita yang melimpah, pemborosan pangan tetap terjadi? 

Menurut Bappenas (2024), pemborosan terbesar terjadi di tingkat rumah tangga, terutama karena kebiasaan konsumsi yang tidak terencana dan berlebihan. 

Pola hidup konsumtif menyebabkan pembelian pangan yang lebih banyak dari yang dibutuhkan, sehingga banyak makanan terbuang. 

Data dari Badan Pangan Nasional juga menunjukkan bahwa meskipun gerakan Stop Boros Pangan berhasil menyelamatkan hampir 72 ribu kilogram makanan pada 2024, jumlah itu masih sangat kecil dibandingkan dengan total pemborosan yang terjadi.

Temuan Bappenas ini sejalan dengan penelitian oleh Mewa Ariani dan Herlina Tarigan. Pemborosan pangan sering disebabkan oleh ketidaksadaran dalam mengelola makanan. 

Misalnya, kita sering membeli bahan makanan lebih banyak dari yang bisa kita konsumsi, yang akhirnya terbuang begitu saja. 

Bahkan, kadang kita memasak dalam porsi berlebih yang tidak habis dimakan. Kebiasaan ini ternyata sangat umum di banyak rumah tangga Indonesia.

Namun, ada juga langkah positif dari sektor swasta. 

Seperti yang dilansir dari Antara News, Hotel Novotel Jakarta Cikini, yang berhasil mengurangi limbah makanan mereka melalui pelatihan staf dan perencanaan menu yang lebih baik. 

Di Surabaya, sejumlah restoran juga mulai bekerja sama dengan Foodbank of Indonesia untuk mendonasikan makanan berlebih. Ini menunjukkan bahwa dengan kolaborasi dan kesadaran yang baik, pemborosan pangan bisa dikurangi.

Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah dan Sektor Swasta?

Kolaborasi antara sektor swasta, masyarakat, dan pemerintah adalah kunci utama untuk mengatasi masalah pemborosan pangan.

Pemerintah tentu saja, punya peran besar dalam mengatasi pemborosan pangan ini. 

Salah satu langkah penting yang bisa diambil adalah mendorong kebijakan yang lebih ketat untuk industri makanan dan restoran. 

Misalnya, dengan memberikan insentif bagi restoran yang berkomitmen mengurangi limbah makanan. 

Selain itu, pemerintah bisa mengatur agar restoran dan hotel mendonasikan makanan berlebih atau setidaknya mengelola limbah dengan lebih efisien.

Tentu saja, sektor swasta juga punya peran penting. Jika melihat contoh kasus dari hotel di Jakarta dan Surabaya yang bekerja sama dengan Foodbank of Indonesia untuk mendonasikan makanan berlebih. 

Ini menunjukkan bahwa bisnis punya kekuatan besar dalam menciptakan perubahan. Dengan pelatihan yang baik dan kebijakan internal yang mendukung, mereka bisa mengurangi pemborosan di tingkat operasional.

Ketahanan Pangan dan Keberlanjutan Lingkungan

Jika pemborosan pangan bisa dikurangi, dampaknya untuk ketahanan pangan dan keberlanjutan lingkungan Indonesia akan signifikan. 

Setiap makanan yang terbuang sebenarnya juga menyia-nyiakan sumber daya penting seperti air, energi, dan tanah yang digunakan untuk memproduksinya.

Jadi dengan mengurangi pemborosan, kita juga mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam yang semakin terbatas.

Lebih jauh, pengurangan pemborosan pangan bisa memperkuat ketahanan pangan nasional. 

Jika industri makanan dan kita sebagai konsumen bisa lebih bijak dalam mengelola makanan, akan lebih banyak potensi pangan yang bisa disalurkan kepada mereka yang membutuhkan. 

Ini adalah langkah penting menuju keadilan sosial. Pemborosan di satu sisi, sementara banyak orang di sisi lain masih kelaparan, jelas sebuah ironi yang tak bisa dibiarkan begitu saja.

Kesimpulan

Pemborosan pangan di Indonesia bukan hanya soal limbah, tetapi juga mencerminkan ketidakadilan sosial dan ketidakseimbangan ekonomi. 

Meskipun ada upaya dari sektor swasta dan pemerintah, data dari Bappenas dan Badan Pangan Nasional menunjukkan bahwa masalah ini terus berkembang. 

Dengan kebijakan yang lebih tegas, kesadaran bisnis, dan kolaborasi yang lebih baik, pengurangan pemborosan pangan mungkin bisa tercapai. 

Namun, apakah kita siap mengubah pola konsumsi dan perilaku kita demi masa depan yang lebih berkelanjutan?

***

Referensi:

  • Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2024). Laporan Kajian Food Loss and Waste di Indonesia.
  • Badan Pangan Nasional. (2024). Stop Boros Pangan: Gerakan Selamatkan Pangan.
  • Ariani, M., & Tarigan, H. (2024). Review of Food Waste in Indonesia.
  • Antara News. (2024). Bappenas Prediksi Sampah Makanan Capai 112 Juta Ton/Tahun pada 2024. 
  • Antara News. (2024). Mengatasi Pemborosan Pangan di Meja Makan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun