Jake Paul sendiri, meskipun bukan petinju profesional, memiliki basis pengikut media sosial yang besar, menjadikannya kandidat sempurna untuk mengubah ring tinju menjadi panggung konten.
Apa Dampaknya bagi Olahraga?
Jangka panjangnya, kita perlu khawatir bahwa komersialisasi seperti ini bisa melemahkan nilai olahraga sejati.
Ketika popularitas lebih penting daripada kemampuan teknis, olahraga bisa kehilangan esensinya sebagai ajang kompetisi yang mendidik dan inspiratif.
Di Indonesia, kita melihat dampaknya dalam bentuk munculnya “pertandingan hiburan” yang menomorduakan keterampilan atletik.
Namun, kita juga harus realistis. Dalam era digital, olahraga tanpa hiburan mungkin akan sulit bertahan. Penonton saat ini tidak hanya ingin melihat adu ketangkasan, tetapi juga drama dan narasi yang menyertainya.
Mungkin ini alasan mengapa banyak acara olahraga kini disiarkan di platform streaming seperti Netflix, sebagaimana pertandingan Tyson-Paul yang menjadi bagian dari konten platform tersebut.
Harapan dan Solusi
Lantas, bagaimana cara kita menjaga keseimbangan antara hiburan dan integritas olahraga?
Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi aturan untuk pertandingan eksibisi seperti ini. Misalnya, pastikan hanya atlet yang benar-benar kompeten yang boleh bertanding di bawah aturan resmi.
Selain itu, asosiasi olahraga perlu lebih proaktif dalam membedakan acara eksibisi untuk hiburan dan pertandingan kompetisi untuk prestasi.
Di sisi lain, kita juga bisa belajar dari olahraga tradisional Indonesia seperti pencak silat. Meskipun silat sering dimodernisasi untuk kebutuhan film atau pertunjukan, komunitas silat tetap menjaga esensi spiritual dan teknisnya melalui kejuaraan resmi.
Ini bisa menjadi contoh bagaimana kita tetap bisa menjaga keseimbangan antara hiburan dan keaslian olahraga.