Bicara soal ketahanan pangan, mungkin banyak orang langsung membayangkan ladang-ladang luas atau lahan pertanian di pedesaan.
Tetapi bagaimana dengan kita yang tinggal di kota besar, di tengah himpitan gedung-gedung dan rumah-rumah yang rapat?
Di sinilah konsep Mini Food Forest, atau taman pangan mini, menjadi relevan. Konsep ini berusaha menjawab kebutuhan pangan secara praktis, bahkan dengan lahan yang terbatas sekalipun.
Buat saya, yang sudah puluhan tahun tinggal di kota, isu ketahanan pangan ini bukan hanya soal stok bahan pokok.
Ini juga soal pengeluaran keluarga sehari-hari. Harga-harga yang terus naik kadang bikin kita mikir, “Apa mungkin kita bisa menanam sayur sendiri di rumah?”
Dari situlah muncul minat saya pada konsep Mini Food Forest. Ide sederhananya adalah mengubah taman rumah menjadi sumber pangan bagi keluarga.
Tidak hanya mempercantik rumah, tetapi juga menyediakan bahan makanan yang bisa kita konsumsi langsung.
Mengapa Mini Food Forest Penting?
Menurut KataNetizen (2024), mini food forest ini bisa membantu masyarakat mengurangi ketergantungan pada pasar.
Intinya, kita tidak perlu lagi terlalu sering membeli sayuran atau bumbu dapur di pasar atau supermarket, karena sudah punya sendiri di rumah.
Apalagi, jika melihat data dari Badan Pangan Nasional, ada tren penurunan wilayah rentan rawan pangan dari 72 kabupaten/kota pada 2021 menjadi 62 pada 2024.
Angka ini menunjukkan bahwa inisiatif seperti urban farming punya kontribusi besar terhadap ketahanan pangan.
Jika Anda termasuk orang yang khawatir saat membaca berita soal kenaikan harga pangan, konsep ini tentu menarik.
Bayangkan jika setiap rumah di kota-kota besar menerapkan konsep seperti ini, maka tidak hanya kebutuhan sayur-sayuran kita yang bisa terpenuhi, tetapi juga bisa membantu mengurangi tekanan permintaan di pasar.
Kalau kata pepatah, “sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit.”
Jika setiap keluarga punya taman pangan mini, maka kontribusi kita terhadap ketahanan pangan secara nasional akan semakin besar.
Tantangan dalam Menerapkan Mini Food Forest
Meskipun konsep ini terdengar ideal, tentu tidak mudah juga untuk diterapkan, apalagi kalau kita bicara soal keberlanjutan.
Menanam pohon buah atau sayuran di halaman rumah butuh pengetahuan khusus dan kesabaran.
Menurut Kementerian PPN/Bappenas, urban farming memang bisa menjadi alternatif untuk menjaga ketahanan pangan, tetapi masyarakat tetap butuh edukasi soal bagaimana cara menanam yang benar agar tanaman bisa bertahan dan terus berproduksi.
Tidak semua orang punya waktu dan pengetahuan untuk merawat tanaman setiap hari.
Apalagi kalau bicara soal pemeliharaan yang benar.
Menanam di lahan terbatas mungkin terlihat mudah, tetapi kita harus memilih jenis tanaman yang sesuai.
Tidak semua tanaman bisa tumbuh dengan baik di lingkungan rumah.
Misalnya, tanaman yang membutuhkan cahaya matahari penuh mungkin sulit bertahan di taman belakang yang sering teduh.
Namun, jika kita serius dan komitmen dalam menjalankan konsep ini, hasilnya tentu akan sangat bermanfaat.
Bayangkan betapa segarnya saat memetik sayuran langsung dari halaman sendiri atau memetik buah dari pohon kecil di sudut taman.
Hal-hal kecil seperti ini, selain membantu ketahanan pangan, juga bisa membawa kebahagiaan tersendiri.
Urban Agriculture dan Tren Edible Landscaping
Mini Food Forest ini juga tidak lepas dari tren global yang dikenal dengan edible landscaping, atau lanskap yang bisa dimakan.
Di negara-negara maju, konsep ini sudah mulai populer sebagai bagian dari urban agriculture.
Tidak hanya di halaman rumah, tetapi di taman-taman kota, pinggir jalan, bahkan di atap gedung-gedung tinggi.
Di Indonesia sendiri, beberapa komunitas dan pemerintah daerah sudah mulai mengadopsi tren ini untuk mempercantik dan sekaligus memanfaatkan lahan publik sebagai sumber pangan.
Sebagai masyarakat Indonesia yang kaya akan tanaman pangan lokal, kita sebenarnya punya banyak sekali pilihan tanaman yang bisa ditanam di taman mini seperti ini.
Misalnya, cabai, tomat, dan kangkung yang mudah tumbuh di iklim tropis. Kalau kita gabungkan estetika dan fungsi seperti ini, bukan hanya keindahan yang kita dapat, tetapi juga manfaat pangan yang langsung bisa kita nikmati sehari-hari.
Kesimpulan
Konsep Mini Food Forest ini bisa menjadi solusi ketahanan pangan yang praktis, terutama bagi keluarga di perkotaan.
Namun, agar konsep ini benar-benar bisa diterapkan secara luas, masyarakat perlu dukungan dalam bentuk edukasi dan akses terhadap bibit tanaman yang sesuai.
Saya pribadi sangat mendukung ide ini, karena di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok, konsep ini bisa membantu masyarakat memenuhi kebutuhan pangan dengan cara yang sederhana dan efisien.
Bagi saya, ini bukan hanya tentang menanam pohon atau sayur di halaman.
Ini tentang bagaimana kita, sebagai masyarakat, bisa berperan dalam mengurangi ketergantungan pada pangan impor dan belanja di pasar.
Dengan melakukan hal sederhana seperti ini, kita bisa menjadi bagian dari solusi ketahanan pangan nasional.
Siapa tahu, dari taman kecil di rumah kita, lahir kontribusi besar untuk Indonesia yang lebih mandiri dan sejahtera.
***
Referensi:
- Katanetizen Kompas. (2024, November 7). Menyiasati ketahanan pangan lewat mini urban farming. Kompas.
- Badan Pangan Nasional. (2024). FSVA 2024: Daerah rentan rawan pangan turun, NFA perkuat sinergi dan kolaborasi lintas sektor. Badan Pangan Nasional.
- Tempo. (2024). Urban farming: Alternatif untuk jaga ketahanan pangan. Tempo.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI