Bagi negara berkembang yang memiliki utang dalam dollar AS, situasi ini berisiko.Â
Mereka harus menghadapi biaya pinjaman yang lebih tinggi, seperti yang diperingatkan oleh IMFÂ dan Bank Dunia.Â
Indonesia misalnya, dengan sebagian besar utang pemerintah dan sektor swasta dalam dollar AS, menghadapi tantangan tambahan berupa fluktuasi nilai tukar dan peningkatan beban utang.Â
Ketika suku bunga naik, negara berkembang berada dalam posisi yang rentan, seperti berdiri di atas jembatan rapuh yang sewaktu-waktu dapat roboh oleh hembusan angin kenaikan biaya pinjaman.
Respons Dunia: Mencari Alternatif dan Mengurangi Ketergantungan
Kebijakan America First memaksa banyak negara untuk memikirkan kembali strategi perdagangan mereka.Â
Beberapa negara beralih dengan memperkuat kerja sama regional, mencari mitra baru, atau bahkan meningkatkan upaya industrialisasi dalam negeri.Â
Respon ini, pada dasarnya adalah tanda dari adanya kecenderungan de-globalisasi.Â
Dunia tampaknya mulai mencari cara untuk mengurangi ketergantungan pada AS, dan membangun aliansi yang lebih menguntungkan.
Bagi Indonesia, ini menjadi saat yang tepat untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan negara-negara tetangga di ASEAN dan memperluas pasar ke kawasan lain seperti Afrika dan Timur Tengah.Â
Berkurangnya ketergantungan pada AS adalah cara untuk mengurangi risiko dari kebijakan yang sangat tidak bisa diprediksi.Â
Diversifikasi pasar ekspor juga bisa menjadi kunci bagi stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.