Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rumah Cluster Mewah dan Jurang Sosial yang Makin Menganga

3 November 2024   11:33 Diperbarui: 3 November 2024   11:36 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ketimpangan ekonomi dan sosial (KOMPAS/HERU SRI KuMORO) 

Jika Anda berkendara di Jakarta atau kota besar lainnya, Anda mungkin sering melewati gerbang besar dengan penjaga keamanan yang ketat di dalamnya. 

Di balik gerbang itu, berdiri deretan rumah rapi dengan taman yang asri, kolam renang, dan fasilitas eksklusif lainnya. 

Ini adalah perumahan cluster atau yang dikenal juga dengan gated community, sebuah konsep perumahan yang menawarkan kenyamanan dan privasi. 

Namun, di balik dinding tinggi dan pagar besi perumahan ini, ada efek yang serius jika kita lihat secara makro: ketimpangan sosial.

Menurut penelitian dari Universitas Queensland, seperti dikutip Antara News, keberadaan perumahan gated community ini justru memperburuk ketidaksetaraan sosial di tengah masyarakat Indonesia. 

Pemerintah memberikan izin pembangunan untuk perumahan jenis ini, yang pada akhirnya memisahkan masyarakat dalam segi ekonomi dan sosial. 

Mereka yang tinggal di perumahan ini adalah kelompok tertentu, dengan akses eksklusif ke fasilitas, sementara masyarakat umum di luar pagar hanya bisa melihat dari jauh, bahkan tidak memiliki akses ke fasilitas yang serupa. 

Ini menimbulkan jurang yang semakin lebar dalam struktur sosial kita.

Ketimpangan yang Makin Tajam

Pemberian izin pembangunan perumahan eksklusif oleh pemerintah memicu segregasi yang kian terlihat. 

Berdasarkan penelitian yang diterbitkan Universitas Kristen Duta Wacana, pembangunan perumahan elit ini berdampak langsung pada tata kota yang kurang efisien dan segregasi yang kian menonjol. 

Perumahan seperti ini sering kali dibangun dengan akses jalan yang terbatas dan jauh dari kawasan publik, memisahkan penghuninya dari keramaian masyarakat umum. 

Ini membuat integrasi sosial menjadi semakin sulit, bahkan mustahil.

Sebagai contoh, coba bayangkan jika Anda hidup di suatu daerah, di mana jalan umum yang Anda lalui setiap hari tiba-tiba dialihkan ke jalan lain, karena adanya perumahan elit yang baru dibangun. 

Anda tak lagi bisa melewati jalan itu. Alhasil, jalanan makin macet, dan akses publik berkurang. 

Tempat yang sebelumnya terbuka untuk semua, kini hanya bisa diakses kalangan tertentu. 

Keadaan ini menciptakan dua dunia yang terpisah, antara mereka yang punya dan mereka yang tak punya.

Menghilangkan Akses Ruang Publik

Perumahan gated community ini juga berdampak pada berkurangnya akses masyarakat terhadap ruang publik. 

Berdasarkan penelitian dari Mercu Buana, pembangunan perumahan eksklusif ini memprivatisasi ruang yang sebelumnya bisa diakses oleh semua orang. 

Ruang hijau yang seharusnya menjadi tempat bersosialisasi atau berkumpul bersama kini hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang. 

Sementara warga umum terpaksa harus mencari ruang terbuka lain yang mungkin lebih jauh atau bahkan tidak tersedia.

Privatisasi ruang publik ini bukan hanya soal menyusutnya ruang gerak kita, tetapi juga tentang ketimpangan yang makin nyata dalam akses terhadap fasilitas. 

Bayangkan, Anda hidup di luar kompleks elit tanpa taman atau lapangan bermain di sekitar Anda, sementara di dalam perumahan mewah, fasilitas seperti itu melimpah—namun hanya bagi penghuninya. 

Ini menciptakan jurang kecemburuan sosial yang kian lebar, membuat kita merasa jauh dari hak-hak yang seharusnya milik semua.

Diskriminasi dan Polarisasi Sosial

Dalam jangka panjang, kebijakan yang mendukung pembangunan perumahan elit ini hanya akan menambah diskriminasi sosial. 

Studi dari Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa kelompok berpenghasilan rendah makin terpinggirkan karena tidak dapat mengakses fasilitas dan layanan yang sama dengan kelompok berpenghasilan tinggi. 

Selain itu, mereka yang tidak mampu membeli rumah di perumahan elit tersebut akhirnya terdorong untuk pindah ke daerah lain, meninggalkan kawasan yang semakin menjadi "wilayah khusus" bagi kaum berada.

Fenomena ini juga dikenal sebagai gentrifikasi, di mana orang-orang berpenghasilan rendah tersingkirkan oleh kenaikan harga properti dan biaya hidup yang semakin mahal. 

Wilayah tersebut berubah menjadi area eksklusif dengan nilai properti yang tinggi, dan orang-orang yang pernah tinggal di sana terpaksa mencari tempat lain yang lebih terjangkau. 

Polarisasi ini tidak hanya membuat masyarakat semakin terfragmentasi tetapi juga memperburuk ketidaksetaraan dalam struktur kota kita.

Perlukah Regulasi yang Lebih Ketat?

Melihat berbagai dampak negatif ini, wajar jika banyak pihak ingin regulasi yang lebih ketat terhadap perumahan gated community. 

Menurut penelitian dari LIPI, perumahan jenis ini tidak hanya menciptakan ketimpangan infrastruktur tetapi juga ketimpangan sosial yang signifikan. 

Dengan regulasi yang lebih ketat, pemerintah bisa membatasi pembangunan perumahan eksklusif dan mengarahkan pengembang untuk menyediakan fasilitas publik yang lebih inklusif dan aksesibel untuk semua lapisan masyarakat.

Misalnya, kebijakan bisa dibuat untuk mendorong pengembang membangun taman atau fasilitas olahraga yang bisa diakses oleh masyarakat umum di sekitar perumahan elit. 

Ini akan membantu mengurangi ketimpangan dalam akses ruang publik dan setidaknya memberikan kesempatan bagi masyarakat yang tidak tinggal di dalam kompleks elit untuk merasakan fasilitas yang layak. 

Selain itu, kebijakan seperti ini bisa membantu membangun tata kota yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Kesimpulan

Perumahan gated community menggambarkan dilema kota modern: keamanan dan privasi versus kesetaraan dan inklusivitas. 

Di satu sisi, lingkungan eksklusif menawarkan kenyamanan; namun, apakah itu sepadan dengan meningkatnya ketimpangan sosial? 

Mungkin kita perlu mempertimbangkan kebijakan yang lebih inklusif. 

Sebelum lebih banyak tembok dan gerbang dibangun, mari kita renungkan: apakah ini benar-benar arah pembangunan yang ideal?

***

Referensi:

  • Antara News. (2021). Peneliti: Gated community sebabkan kesenjangan dan polarisasi sosial.
  • Universitas Kristen Duta Wacana. (2020). Dampak perumahan elit terhadap segregasi sosial dan tata kota.
  • Mercu Buana. (2021). Pengaruh gated community terhadap akses ruang publik.
  • Universitas Gadjah Mada. (2020). Gated community sebabkan kesenjangan sosial makin terbuka.
  • Antara News. (2021). Peneliti LIPI: Gated community munculkan ketimpangan infrastruktur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun