Bunuh diri adalah topik yang sering kali disingkirkan dari perbincangan sehari-hari, meski dampaknya bisa menyentuh siapa saja di sekitar kita.Â
Mengapa kita masih enggan membicarakannya secara terbuka?Â
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya, termasuk di Indonesia, yang memiliki tingkat kejadian tinggi, terutama pada kelompok usia muda.Â
Ini menunjukkan bahwa masalah ini membutuhkan perhatian serius.Â
Memahami isu ini dapat membantu kita mengubah sikap dan memberikan dukungan yang tepat bagi mereka yang membutuhkan, baik secara pribadi maupun dalam komunitas kita.
Stigma Membunuh Harapan
Pandangan negatif terhadap bunuh diri di Indonesia masih sangat kuat.Â
Banyak yang menganggap orang dengan depresi dan pikiran bunuh diri sebagai 'kurang iman' atau 'kurang bersyukur'.Â
Persepsi ini menghalangi korban untuk mencari bantuan.Â
Survei dari Into The Light Indonesia, LSM yang mengadvokasi kesehatan mental, menunjukkan masih banyak yang lebih nyaman mencari dukungan dari keluarga atau teman daripada profesional kesehatan mental, karena takut dihakimi.
Meskipun pemerintah telah berupaya mengembangkan layanan kesehatan jiwa, akses masih sangat terbatas, terutama bagi mereka yang paling membutuhkan.Â
Data dari Indonesian Association For Suicide Prevention (INASP) juga menunjukkan bahwa banyak kasus bunuh diri tidak tercatat karena stigma.Â