sektor industri, khususnya manufaktur. Sektor ini digadang-gadang sebagai mesin pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.Â
Sejak dua dekade terakhir, tiga presiden Indonesia—Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Joko Widodo (Jokowi), dan Prabowo Subianto—selalu menggaungkan janji untuk menghidupkan kembaliNamun, menurut laporan dari Neraca.co.id dan Tempo.co, kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengalami penurunan signifikan, dari 28% pada 2004 menjadi hanya 18,52% pada triwulan II-2024.Â
Apakah janji ini hanya menjadi retorika politik, atau memang sulit direalisasikan di Indonesia?
Kenapa Revitalisasi Industri Penting?
Bagi yang belum paham, revitalisasi industri adalah upaya untuk mengembangkan sektor manufaktur agar lebih produktif, efisien, dan berdaya saing.Â
Mengapa ini penting? Karena ketika sektor ini tumbuh, banyak lapangan kerja yang tercipta, barang yang dihasilkan memiliki nilai tambah, dan ekonomi pun bergerak lebih cepat.Â
Mengutip dari Neraca.co.id, ekonom Hendri Saparini menegaskan bahwa industrialisasi merupakan kunci untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.Â
Namun, berdasarkan artikel dari Tempo.co, Indonesia justru mengalami deindustrialisasi dini, yaitu kondisi ketika sektor manufaktur melemah sebelum mencapai puncaknya.
Janji dan Kebijakan: Dari SBY ke Jokowi hingga Prabowo
Menurut salah satu jurnal terbitan Universitas Padjadjaran, pada awal masa jabatannya, SBY menekankan pentingnya pengembangan industri pedesaan, dengan fokus kebijakan pada pengembangan industri di luar kota besar untuk mencapai pemerataan ekonomi hingga ke pedesaan.Â
Namun, hasilnya belum terlihat signifikan, terutama dalam hal kontribusi terhadap PDB.
Jokowi, di sisi lain, mencoba pendekatan berbeda dengan memperkuat hilirisasi industri.Â
Hilirisasi ini bertujuan untuk mengolah bahan mentah di dalam negeri, sehingga memberikan nilai tambah sebelum diekspor.Â