Politik transaksional yang selama ini mendominasi hanya membawa dampak negatif terhadap efektivitas lembaga legislatif.Â
Praktik kompromi politik membuat kita terjebak dalam siklus yang sama: kekuasaan yang diperjualbelikan, legislasi yang lemah, dan kepercayaan publik yang terus menurun.
Meritokrasi, meskipun penuh tantangan, menawarkan harapan baru untuk masa depan politik Indonesia.Â
Dengan menempatkan kompetensi dan prestasi di atas kepentingan politik sempit, kita bisa mulai membangun sistem politik yang lebih adil, transparan, dan efektif.Â
Akhirnya, keputusan ada di tangan para pemimpin partai politik di Indonesia, apakah kita ingin terus terjebak dalam politik transaksional atau memulai langkah menuju meritokrasi demi masa depan politik yang lebih baik.
Referensi:
- Edunews.id. (n.d.). Meritokrasi sebagai paradigma baru dalam pemilihan umum: Mengatasi tantangan dinasti politik di Indonesia.
- Journal Unpar. (n.d.). Tantangan penerapan analisis dampak dalam legislasi Indonesia.
- Jurnal BKN. (n.d.). Meritokrasi di berbagai negara di dunia (perbandingan konstitusi).
- Kumparan. (n.d.). Meneropong Indonesia dalam bingkai meritokrasi.
- Tempo.co. (2022, February 23). Sejarah pemilu di Indonesia, dari masa parlementer, Orde Baru, reformasi.
- TheJournalish. (n.d.). Analisis dampak sistem multipartai dalam implementasi sistem pemerintahan presidensil di era Jokowi-JK.
- Tirto.id. (2019, September 24). Sejarah demokrasi parlementer di Indonesia dan kabinetnya.
- TIMES Indonesia. (n.d.). Tantangan meritokrasi di tengah dominasi politik dinasti di Indonesia.
- Hukumonline. (2018, July 15). Ini tiga sebab lemahnya kinerja legislasi DPR.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H