Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Lainnya - ASN | Narablog sejak 2010

Introvert, Millenial, Suka belajar hal-hal baru secara otodidak.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Suara Kritis yang Membisu, Warisan Faisal Basri untuk Indonesia

5 September 2024   19:15 Diperbarui: 5 September 2024   19:21 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faisal Basri dengan tegas menunjukkan bahwa utang Indonesia telah naik 3,3 kali lipat sejak akhir 2014. Beliau mempertanyakan efektivitas utang ini, mengingat pertumbuhan ekonomi masih stagnan di angka 5%. 

"Jadi betul ada yang salah. Utang ini kemana dan utang Jokowi ini digadang-gadang kalau tidak ada utang tidak ada pembangunan infrastruktur," ujar beliau dalam sebuah podcast INDEF.

Kritik-kritik tajam Faisal Basri tidak hanya terbatas pada masalah utang. Beliau juga vokal dalam mengkritisi kebijakan hilirisasi, kenaikan PPN menjadi 12%, hingga masalah oligarki. 

Bahkan, beliau pernah menantang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, terkait kebijakan hilirisasi.

Namun, di balik kritik-kritik tajamnya, Faisal Basri selalu menekankan bahwa tujuan pembangunan bukanlah semata-mata pembangunan fisik. "Pembangunan itu kan ujung-ujungnya adalah meningkatkan kualitas manusia, bukan berapa kilometer jalan yang dibangun, tapi manusianya itu berkualitas (atau) tidak," ujar beliau dalam sebuah diskusi publik.

Pembangunan itu kan ujung-ujungnya adalah meningkatkan kualitas manusia, bukan berapa kilometer jalan yang dibangun, tapi manusianya itu berkualitas (atau) tidak.

Sikap kritis Faisal Basri terhadap pemerintah bukan tanpa konsekuensi. Seperti yang dijelaskan oleh Hadiz (2021), intelektual publik yang kritis sering kali menghadapi hambatan dalam karir akademis maupun peran publik mereka. Namun, Faisal Basri tetap konsisten dengan prinsipnya, bahkan hingga akhir hayatnya.

Kepergian Faisal Basri meninggalkan kekosongan besar dalam diskursus ekonomi-politik di Indonesia. Siapa yang akan mengisi kekosongan ini? Siapa yang akan berani bersuara lantang mengkritisi kebijakan pemerintah demi kepentingan rakyat?

Sebagai warga biasa, saya merasa kehilangan sosok panutan yang selalu mendorong kita untuk berpikir kritis. Faisal Basri telah mengajarkan kita bahwa menjadi kritis bukan berarti tidak cinta negara. Sebaliknya, kritik yang membangun justru menunjukkan kecintaan yang mendalam terhadap negara dan rakyatnya.

Kini, tugas kita adalah melanjutkan semangat kritis Faisal Basri. Kita harus terus mempertanyakan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Kita harus berani bersuara, meskipun suara kita mungkin tidak selantang dan setajam Faisal Basri.

Selamat jalan, Pak Faisal. Terima kasih telah menjadi suara kebenaran di tengah hiruk pikuk politik dan ekonomi Indonesia. Semoga perjuangan Anda menginspirasi generasi mendatang untuk terus kritis dan berani menyuarakan kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun