Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Celana Jeans Longgar, Ketika Anak Muda Mendikte Fashion

31 Agustus 2024   20:01 Diperbarui: 14 September 2024   05:59 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya masih ingat betul, sekitar 10 tahun lalu, celana jeans ketat atau skinny jeans begitu populer di kalangan anak muda. 

Saat itu, saya yang baru memasuki usia 30-an pun ikut-ikutan memakai celana jeans ketat, meski harus bersusah payah memasukannya. 

Biasalah ikut-ikutan, biar dikata gaul. 

Tapi kini, tren itu sudah berubah. Anak-anak muda zaman sekarang justru lebih suka celana jeans longgar atau baggy jeans. 

Perubahan tren fashion memang bukan hal baru. Tapi yang menarik, kali ini perubahan itu begitu cepat dan drastis. Dari celana super ketat ke celana super longgar. Apa yang sebenarnya terjadi? 

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Kusumawati (2020), media sosial memainkan peran besar dalam membentuk preferensi fashion Generasi Z di Indonesia. 

Instagram dan TikTok menjadi sumber utama inspirasi fashion mereka. Para influencer di platform-platform ini punya pengaruh besar dalam menentukan apa yang "keren" dan apa yang "tidak keren". 

Jadi, jangan heran kalau tiba-tiba anak-anak muda berpakaian seperti karung beras berjalan. Itu bukan karena mereka kehabisan baju pas badan, tapi karena memang itulah yang sedang tren di media sosial. 

Saya jadi teringat masa kecil dulu, ketika ibu saya selalu membeli baju yang kebesaran dengan alasan "biar bisa dipakai sampai besar". Siapa sangka, pilihan pakaian ibu saya itu kini menjadi tren di kalangan anak muda? 

Pilihan fashion ini bukan sekadar ikut-ikutan. Ada makna yang lebih dalam di baliknya. Menurut penelitian yang sama, Gen Z mengadopsi tren fashion yang viral di media sosial sebagai cara untuk mengekspresikan identitas dan menjadi bagian dari komunitas online. Jadi, celana jeans longgar itu bukan cuma soal kenyamanan, tapi juga soal identitas dan rasa memiliki. 

Perubahan tren ini tentu membawa tantangan tersendiri bagi industri tekstil lokal. Bayangkan, baru saja mereka memproduksi banyak celana jeans ketat, tiba-tiba tren berubah dan semua orang menginginkan celana longgar. 

Ini bukan masalah sepele. Kecepatan perubahan tren fashion di media sosial menciptakan tantangan besar bagi industri fashion lokal untuk beradaptasi dengan cepat. 

Saya jadi membayangkan, apa jadinya kalau tren ini terus berlanjut? Apakah nantinya kita akan melihat anak-anak muda berjalan dengan celana yang ukurannya besar ini? 

Atau mungkin malah sebaliknya, tiba-tiba muncul tren celana super ketat lagi? Yang pasti, industri fashion lokal harus siap menghadapi segala kemungkinan. 

Tapi di tengah semua perubahan ini, ada satu hal yang tetap: denim tetaplah item fashion yang timeless. Seperti yang dikatakan oleh Head of Brand Marketing Manzone, Angga Krisnawan, "Denim itu timeless dan akan selalu tren, mau seperti apapun modelnya." 

Jadi, mungkin kita tidak perlu terlalu khawatir. Celana jeans, entah itu ketat atau longgar, sepertinya akan tetap menjadi pilihan favorit untuk waktu yang lama. 

Sebagai orang yang sudah melewati masa-masa "harus keren", saya melihat fenomena ini dengan senyum geli. Saya jadi teringat kata-kata bijak: "Fashion fades, style is eternal." Mungkin itu yang perlu kita ingat. Tren boleh berubah, tapi gaya sejati seseorang akan tetap bertahan. 

Jadi, bagi para orang tua yang mungkin bingung melihat anak-anaknya tiba-tiba memakai celana kebesaran, jangan khawatir. Itu bukan tanda mereka kekurangan gizi atau salah beli baju. 

Itu hanya tanda bahwa mereka mengikuti tren terkini. Dan bagi industri fashion lokal, mungkin ini saatnya untuk lebih fleksibel dan cepat beradaptasi dengan perubahan tren. 

Akhir kata, mungkin kita semua perlu belajar untuk tidak terlalu serius menanggapi tren fashion. 

Karena pada akhirnya, yang terpenting bukan apa yang kita pakai. 

Tapi bagaimana kita memakainya dengan percaya diri. Entah itu celana ketat, longgar, atau bahkan celana goni sekalipun.

Referensi:
Sari, D. P., & Kusumawati, A. (2020). The Influence of Social Media on Generation Z's Fashion Consumption Behavior: A Study on Indonesian Youth. https:  //journal.  unesa.  ac.  id/index.  php/bisma/article/view/7144

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun