Kristiyanto dkk. (2023) menjelaskan, partai-partai kita kurang fokus pada penguatan internal. Mereka lebih sibuk cari "pemain bintang" dari luar ketimbang melatih pemain sendiri. Akibatnya, ketika ada pemilihan, mereka kebingungan cari calon.Â
Ini bukan cuma masalah partai. Ini masalah kita semua. Kalau partai lemah, demokrasi kita juga ikut lemah. Ibarat rumah, kalau pondasinya goyang, ya rumahnya bisa roboh sewaktu-waktu.Â
Jadi, apa solusinya?Â
Menurut penelitian tadi, partai harus mulai serius dengan "institusionalisasi". Artinya, membangun sistem yang kuat untuk mencetak pemimpin. Contohnya PDIP. Setelah kalah di pemilu 2004 dan 2009, mereka mulai serius menguatkan ideologi partai. Hasilnya? Ya kita lihat sendiri sekarang.Â
Tapi jangan salah, ini bukan cuma tugas partai. Kita sebagai warga juga punya peran. Kalau partai bikin program kaderisasi, ya kita dukung. Kalau ada pemilu, ya kita pilih yang benar-benar kader partai, bukan "pemain impor". Â
Memang, mungkin butuh waktu lama. Tapi kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Kita tidak bisa terus-terusan bergantung pada "superhero" dari luar partai. Demokrasi yang sehat butuh partai yang sehat, dan partai yang sehat butuh kader yang kuat.Â
Jadi, mari kita mulai sekarang. Beri kesempatan pada partai untuk berbenah.Â
Tapi jangan lupa, kita juga harus terus mengawasi. Karena pada akhirnya, nasib demokrasi kita ada di tangan kita semua.
Referensi:
Kristiyanto, H. , Salam, R. , Nur, A. C. , Niswaty, R. , & Darwis, M. (2023). Institutionalization and party resilience in Indonesian electoral democracy. Heliyon, 9(5), e15429. https: Â //www. Â sciencedirect. Â com/science/article/pii/S2405844023101277
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H