Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revolusi Hijau yang Memudar, Kisah Teknologi Pertanian Indonesia Tahun 90an

23 Agustus 2024   07:00 Diperbarui: 23 Agustus 2024   13:08 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kegiatan pertanian Indonesia di era 90an (Diolah dengan DallE)

Revolusi Hijau yang digaungkan pemerintah Orde Baru di era 1970-an ternyata masih menyisakan pekerjaan rumah yang besar di bidang pertanian Indonesia. Memasuki dekade 1990-an, teknologi pertanian kita seolah mengalami stagnasi. 

Namun benarkah demikian? Mari kita telusuri bersama perkembangan teknologi pertanian Indonesia di era 90-an yang sebenarnya cukup dinamis namun kurang mendapat sorotan.

Teknologi pertanian dapat dipahami sebagai penerapan ilmu pengetahuan dan teknik dalam kegiatan bercocok tanam, mulai dari pengolahan lahan hingga pascapanen. Di tahun 90-an, Indonesia masih mengandalkan pertanian sebagai salah satu sektor utama ekonomi.

Namun ironisnya, investasi di bidang riset dan pengembangan teknologi pertanian justru mengalami penurunan signifikan dibandingkan era sebelumnya.

Meski demikian, beberapa terobosan teknologi pertanian tetap muncul di era ini. Salah satunya adalah pengembangan varietas padi tahan hama dan penyakit.

Institut Pertanian Bogor (IPB) misalnya, berhasil mengembangkan varietas padi IR64 yang tahan terhadap wereng cokelat, suatu hama yang kerap meresahkan petani[1]. Teknologi ini membantu meningkatkan produktivitas padi nasional, yang pada tahun 1996 mencapai 47,9 juta ton[2].

Namun, apakah peningkatan produksi ini benar-benar menguntungkan petani kecil? Atau justru hanya menguntungkan para tengkulak dan pengusaha besar?

Di sisi lain, teknologi pascapanen juga mengalami kemajuan. Penggunaan mesin pengering gabah mulai meluas, mengurangi ketergantungan petani pada cuaca untuk mengeringkan padi.

Namun, akses terhadap teknologi ini masih terbatas pada petani-petani besar atau kelompok tani yang memiliki modal cukup. Bagaimana dengan nasib petani gurem yang masih mengandalkan cara-cara tradisional?

Satu hal yang patut dicatat, era 90-an juga menandai awal mula perhatian terhadap pertanian organik di Indonesia. Beberapa kelompok tani mulai mengembangkan metode bertani tanpa pestisida kimia, meski masih dalam skala kecil.

Ini menjadi cikal bakal gerakan pertanian organik yang kini semakin populer. Namun, mengapa diperlukan waktu begitu lama bagi pertanian organik untuk mendapat pengakuan luas?

Refleksi saya, perkembangan teknologi pertanian Indonesia di tahun 90-an sebenarnya cukup beragam, namun distribusinya tidak merata. Ada kesenjangan besar antara petani kecil dan besar dalam hal akses teknologi.

Kebijakan pemerintah yang lebih berfokus pada peningkatan produksi seringkali mengabaikan aspek kesejahteraan petani kecil.

Ke depan, pengembangan teknologi pertanian Indonesia perlu lebih inklusif. Riset harus diarahkan tidak hanya pada peningkatan produksi, tapi juga pada teknologi yang terjangkau dan sesuai kebutuhan petani kecil.

Pertanian presisi berbasis teknologi informasi yang kini berkembang, misalnya, harus bisa diadaptasi untuk skala kecil.

Perkembangan teknologi pertanian di era 90-an mungkin tidak segemilang era Revolusi Hijau. Namun, periode ini telah meletakkan dasar bagi inovasi-inovasi yang kita nikmati saat ini.

Yang terpenting, kita harus belajar dari masa lalu: teknologi secanggih apapun tidak akan berarti jika tidak menyentuh kehidupan petani kecil yang menjadi tulang punggung pertanian Indonesia. Bukankah sudah saatnya kita memiliki teknologi pertanian yang tidak hanya modern, tapi juga berkeadilan?

Referensi:
[1] https: //journal. ipb. ac. id/index. php/jurnalagronomi/article/view/1410
[2] https: //www. bps. go. id/statictable/2014/09/08/1026/produksi-padi-menurut-provinsi-ton-1993-2015. html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun