Masih ingatkah Anda dengan aroma keringat bercampur debu yang menguar dari lapangan sekolah di sore hari? Atau suara dentuman bola basket yang memecah keheningan kelas kosong seusai jam pelajaran?
Bagi generasi 80-90an, kegiatan ekstrakurikuler di sekolah bukan sekadar pengisi waktu luang, tapi menjadi bagian tak terpisahkan dari pengalaman bersekolah yang membentuk karakter dan kenangan tak terlupakan.
Mari kita bernostalgia sejenak ke masa-masa di mana handphone dan internet belum menjadi primadona. Era di mana anak-anak sekolah berlarian ke lapangan atau ruang kelas khusus seusai bel pulang berbunyi, bukannya tergesa pulang untuk bermain game online.
Kegiatan ekstrakurikuler pada masa itu menjadi wadah bagi para siswa untuk mengekspresikan diri, mengasah bakat, dan bersosialisasi di luar jam pelajaran formal.
Pramuka, misalnya, menjadi kegiatan wajib di hampir semua sekolah. Setiap Sabtu, halaman sekolah akan dipenuhi barisan siswa berseragam cokelat muda dan cokelat tua, siap untuk upacara pembukaan latihan.
Kegiatan ini bukan hanya tentang mengikat simpul atau mendirikan tenda, tapi juga menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, kemandirian, dan cinta tanah air. Bukankah kita masih bisa merasakan sensasi bangga ketika pertama kali berhasil menyelesaikan ujian Tri Kwartika?
Bagi mereka yang memiliki jiwa seni, paduan suara dan drumband menjadi pilihan favorit. Latihan yang digelar setiap minggu tidak hanya mengasah kemampuan bermusik, tapi juga mengajarkan arti kekompakan dan kerja sama tim. Masih terbayang bagaimana deg-degan-nya menunggu pengumuman siapa yang akan menjadi vokalis utama untuk penampilan di acara 17 Agustus?
Tak kalah populer, olahraga seperti basket, voli, dan sepak bola menjadi magnet bagi para siswa yang gemar berkeringat. Lapangan sekolah yang sederhana disulap menjadi arena pertandingan sengit antar kelas atau bahkan antar sekolah.
Momen-momen seperti mencetak gol kemenangan atau melakukan three-point di detik-detik terakhir pertandingan menjadi kenangan yang terus dibicarakan hingga reuni bertahun-tahun kemudian.
Bagi para kutu buku dan pemikir kritis, klub debat dan kelompok ilmiah remaja (KIR) menjadi rumah kedua. Di sini, mereka bisa berdiskusi tentang isu-isu terkini, melakukan eksperimen sederhana, atau bahkan menciptakan inovasi dengan keterbatasan alat yang ada.
Siapa sangka bahwa diskusi seru tentang teori konspirasi atau percobaan membuat roket air dari botol plastik bisa menjadi batu loncatan karir di masa depan?
Namun, di balik keseruan kegiatan ekstrakurikuler ini, ada sisi lain yang jarang dibicarakan.
Bagaimana dengan siswa yang tidak memiliki akses atau kesempatan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ini? Apakah hal ini menciptakan kesenjangan sosial yang tidak terlihat di antara para siswa? Dan bagaimana dengan beban tambahan bagi guru pembimbing yang harus meluangkan waktu ekstra tanpa kompensasi yang memadai?
Terlepas dari pro dan kontra, tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan ekstrakurikuler era 80-90an telah membentuk generasi yang memiliki soft skill beragam.
Kemampuan berorganisasi, public speaking, hingga kreativitas yang diasah melalui kegiatan-kegiatan ini terbukti menjadi bekal berharga di dunia kerja. Mungkinkah ini menjadi salah satu faktor mengapa generasi 80-90an dianggap lebih tangguh dalam menghadapi tantangan di era digital saat ini?
Lantas, bagaimana dengan kegiatan ekstrakurikuler di era sekarang? Apakah masih memiliki esensi yang sama atau telah tergantikan oleh gadget dan media sosial?
Mungkin sudah saatnya kita merefleksikan kembali pentingnya kegiatan-kegiatan ini dan bagaimana kita bisa mengadaptasinya dengan kebutuhan generasi saat ini.
Apakah kita telah memberikan kesempatan yang sama bagi generasi penerus untuk merasakan pengalaman berharga seperti yang kita dapatkan dulu? Atau justru kita terlalu sibuk mengejar prestasi akademik dan melupakan pentingnya pengembangan karakter melalui kegiatan di luar kelas?
Semoga nostalgia singkat ini bisa menjadi pengingat akan pentingnya keseimbangan dalam pendidikan, di mana prestasi akademik dan pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler berjalan beriringan, membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga berkarakter kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H