Mohon tunggu...
Aidhil Pratama
Aidhil Pratama Mohon Tunggu... Administrasi - ASN | Narablog

Minat pada Humaniora, Kebijakan Publik, Digital Marketing dan AI. Domisili Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Soeharto Punya Instagram di Era 80-an

20 Agustus 2024   12:25 Diperbarui: 20 Agustus 2024   12:26 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Presiden Soeharto pada pecahan uang 50 ribu tahun 1993 ( Wikimedia Commons)

Bayangkan jika di era 80-an kita punya akses seperti ini. Mungkin unggahan Instagram Soeharto tentang Petrus (Penembakan Misterius) akan dibalas dengan thread panjang tentang HAM, atau Vlog jalan-jalan ke tambang Freeport akan dihujani komentar tentang eksploitasi sumber daya alam.

Yang bikin ironis, di era di mana informasi begitu melimpah, kita justru sering terjebak dalam echo chamber kita sendiri. Kita lebih suka memfollow akun-akun yang sepaham, kita lebih pilih membaca artikel-artikel yang mendukung opini kita, dan akhirnya lupa bahwa sejarah itu kompleks. Tidak hitam putih seperti filter Instagram.

Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari imajinasi liar "Soeharto di era Instagram" ini? 

Pertama, kita perlu lebih kritis dalam menyikapi informasi. 

Kedua, kita perlu menyadari bahwa sejarah itu multidimensi. Setiap peristiwa ada banyak sudut pandang. Dan yang paling penting, kita perlu ingat bahwa di balik angka-angka pertumbuhan ekonomi dan foto-foto pembangunan, selalu ada kisah-kisah manusia yang tidak selalu bisa ditangkap dalam 280 karakter atau satu unggahan Instagram.

Pada akhirnya, memahami sejarah bukan tentang siapa yang paling viral atau punya follower terbanyak. Ini tentang bagaimana kita bisa belajar dari masa lalu untuk membangun masa depan yang lebih baik.

Jadi, lain kali jika Anda buka sosmed dan menemukan konten tentang kehebatan atau kebusukan Orde Baru. Ingatlah: peristiwa sejarah itu lebih rumit dari sekadar standar subjektif kita. 

Satu hal yang lebih pasti adalah, setidaknya sekarang kita bebas berdiskusi soal isu ysng kontroversial tanpa takut diculik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun